KDBS-03

kembali | lanjut >>

Laman: 1 2 3 4 5

Telah Terbit on 19 Juli 2012 at 00:01  Comments (410)  

The URI to TrackBack this entry is: https://pelangisingosari.wordpress.com/kdbs-03/trackback/

RSS feed for comments on this post.

410 KomentarTinggalkan komentar

  1. Aku tak mengerti
    Apa yang kurasa
    Rindu yang tak pernah
    Begitu hebatnya

    * aku mencintaimu
    lebih dari yang kau tahu
    meski kau takkan pernah tahu

    Aku persembahkan
    Hidupku untukmu
    Telah ku relakan
    Hatiku padamu

    namun kau masih bisu
    diam seribu bahasa
    dan hati kecilku bicara

    Reff : baru kusadari
    cintaku bertepuk sebelah tangan
    kau buat remuk sluruh hatiku

    Semoga aku akan memahami
    Sisi hatimu yang beku
    Semoga akan datang keajaiban
    Hingga akhirnya kaupun mau

    • Terdengar suara sinden sing merdu (dengan bahasa Banyumasan tentunya) heheheh

      • Lho saniki gantos gagrag Banyumasan to Pak Dhalang ??
        Lajeng sing kadhapuk nyindhen niku sinten ??

        genk dalu Dhalang-e .

        • genk siang
          disangka hujan dimalam hari
          ternyata panas sampai sore
          kamsiiiaaa

  2. Dan ketika fajar tiba menyingsing diujung timur sungai Brantas, terlihat kesibukan para prajurit di dermaga depan Rumah Bale Tamu. Kesibukan di atas Jung besar Singasari dan diatas dermaga itu sepertinya turut mencuri perhatian siapapun yang lewat berperahu di Sungai Brantas.

    Sementara itu di pagi yang sama, jauh dari Bandar Cangu, di sebuah rumah besar di Kotaraja Gelang-gelang. Terlihat dua orang tengah berbicara dengan begitu gembiranya.

    Kedua orang itu tidak lain adalah Senapati Jaran Goyang dan Wirondaya.

    “Harimau meninggalkan sarangnya”, berkata Senapati Jaran Goyang kepada Wirondaya.“Akhirnya kekacauan di Selat Malaka telah menampakkan hasil”, berkata kembali Senapati Jaran Goyang dengan gembiranya.

    “Saatnya mengempur sarangnya”, berkata Wirondaya dengan berapi-api.

    “Aku masih sangsi”, berkata Senapati Jaran Goyang kepada Wirondaya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

    “Apa yang kamu sangsikan ?”, bertanya Wirondaya. “Bukankah jumlah prajurit kita saat ini lebih banyak?”, berkata kembali Wirondaya.

    “Betul lebih banyak, tapi satu orang prajurit mereka masih setara dua orang prajurit dari Gelang-gelang”, berkata Senapati Jaran Goyang sambil menarik nafas dalam penuh keraguan.

    Terlihat Wirondaya dan Senapati Jaran Goyang masing-masing terdiam, untuk sementara keadaan di pendapa rumah itu menjadi sunyi, Wirondaya dan Senapati Jaran Goyang telah berada dialam pikirannya masing-masing.

    “kalau begitu keadaannya, kita pecahkan lagi jumlah mereka”, berkata Wirondaya yang ternyata sudah menemukan jalan terangnya.

    “Aku belum menagkap apa yang kamu katakan”, berkata Senapati Jaran Goyang yang belum dapat menangkap apa yang dimaksudkan oleh kawannya itu.

    Terlihat Wirondaya tersenyum dihadapan Senapati Jaran Goyang.

    “Kita pancing lagi agar pasukan mereka yang tersisa keluar kembali dari sarangnya, begitu mereka keluar meninggalkan sarangnya, kita sudah siap sedia menghancurkan mereka dengan kekuatan penuh”, berkata Wirondaya menyampaikan pikirannya.

    Bukan main gembiranya Senapati Jaran Goyang menangkap pikiran Wirondaya yang diam-diam dikaguminya sebagai seorang yang selalu punya jalan pikiran cemerlang.

    “Pemikiranmu sungguh sangat cemerlang. Hari ini juga aku akan menghadap baginda Raja. Mudah-mudahan beliau dapat menerima siasatmu ini”, berkata Senapati jaran Goyang dengan begitu gembiranya.

    • betul Ki Bancak……hujan kok belum juga turun, hehehe

      • gerimis juga belum ki, … baru kepyurrrr, …… hehehehe, ….

        • awan pembentuk hujan dibuyarkan lagi oleh Mahesa Amping, karena Mahesa Amping kedinginan, he he he ….

          • sudah mulai netes netes
            matur nuwun

  3. met malem kadank sedoyo,

    guru sd saya jaman dulu bilang kalo bulan kalender udah pakek “ber”, pasti musim penghujan, hehehe
    mudah2an…asal jangan “ber-beran”, hehehe

  4. Seperti biasa, hari itu Wirondaya tidak keluar jauh dari Rumah kediaman Senapati Jaran Goyang. Seharian penuh hanya duduk di pendapa atau sekali-kali ketaman belakang meleburkan kebosanannya bersama pengalas tua yang sebenarnya tidak menyukai dirinya. Namun karena Wirondaya adalah tamu junjungannya, pengalas tua itu tidak jua menampakkan kebenciannya. Dirinya masih dapat tersenyum, kadang menjawab beberapa pertanyaan dari Wirondaya yang angkuh, merasa dirinya masih sebagai Seorang terhormat.

    Ketika diawal senja, seperti biasa Senapati Jaran Goyang telah kembali dari Istana Gelang-gelang.

    “Baginda Raja sangat gembira melihat umpannya telah termakan”, berkata Senapati Jaran Goyang mengawali ceritanya kepada Wirondaya di pendapa rumahnya. “Berbahagialah kawan, aku juga bercerita tentang dirimu dibalik keberhasilan ini”, berkata kembali Senapati Wirondaya.

    “Apa yang kamu ceritakan tentang diriku kepada Baginda Raja Gelang-gelang itu ?”, bertanya Senapati Jaran Goyang kepada Wirondaya dengan gembiranya.

    “Bahwa kamu adalah keponakan terkasih dari Adipati Wiraraja yang diutus langsung untuk bergabung bersama di Tanah Gelang-gelang ini untuk menghancurkan musuh yang sama”, berkata Senapati dengan gembiranya.

    Namun Wirondaya menanggapinya dengan wajah kurang senang kepada sahabatnya itu.

    “Jadi baru kali ini kamu bercerita tentang keberadaanku kepada baginda Raja”, berkata Wirondaya dengan wajah masam.

    “Maaf kawan, selama ini kututupi dirimu. Aku hanya khawatir bahwa Baginda Raja kurang berkenan bila mengetahui ada seorang mantan pejabat istana Singasari bersamaku”, berkata Senapati kali ini dengan wajah penuh permohonan maaf. Berharap kawannya Wirondaya dapat menerima.

    “Kuterima kekhawatiranmu”, berkata Wirondaya dengan suara yang lemah.

    “Meski tertunda untuk menceritakan keberadaanmu, yang jelas bahwa Baginda Raja saat ini sudah mengetahui siapa yang berjasa membakar suasana di Selat Malaka. Baginda Raja lewat diriku telah menyampaikan salam rasa terima kasih tak terhingga untukmu”, berkata Senapati Jaran Goyang dengan wajah penuh senyum.
    Terlihat wajah Wirondaya bersinar penuh gembira.

    “Baginda Raja juga merasa gembira mengetahui bahwa Adipati Wiraraja berada dipihaknya”, berkata Senapati Jaran Goyang masih dengan wajah yang berseri-seri.

    Namun perkataan Senapati Jaran Goyang diterima seperti cahaya kilat disiang hari, begitu mengejutkan hati dan pikiran Wirondaya.

    “Penguasa Gelang-gelang telah salah terima, Paman Wiraraja adalah seorang yang rela mati demi penguasa Singasari”, berkata Wirondaya dalam hati.

  5. Tapi Wirondaya memang seorang pemain watak yang andal, dihadapan Senapati Jaran Goyang tidak diperlihatkan keterkejutannya itu, bahkan pura-pura bertanya dengan gembiranya.”Apa yang dikatakan Baginda Raja tentang pamanku itu”, berkata Wirondaya sambil menutupi keterkejutannya.

    “Baginda Raja memintaku mengirim seorang utusan kepada pamanmu untuk mengirim bantuan prajurit”, berkata Senapati Jaran Goyang masih dengan wajah penuh berseri-seri.

    Kali ini Wirondaya seperti mendengar guntur didekat telinganya, “Tidak mungkin pamanku memberikan apapun pada musuh Singasari”, berkata Wirondaya dalam hati. Tapi kembali Wirondaya dapat menutupi keterkejutannya dengan pura-pura bertanya. “Apakah kamu sudah memilih siapa orang yang akan kamu utus menemui pamanku”, berkata Wirondaya.

    “Ki Sukasrana pengalas tuaku dan kamu”, berkata Senapati jaran Goyang sambil tertawa terbahak bahak.
    “Pengalas tua itu ?”, berkata Wirondaya dengan wajah kurang senang hati.

    “Ki Sukasrana bukan pengalas biasa, dia sengaja kukerjakan disini untuk menjaga dan memata-matai dirimu”, berkata Senapati Jaran Goyang. “maaf kawan, aku hanya ingin memastikan bahwa dirimu benar-benar bersih tidak bersama siapapun”, berkata kembali dengan masih tertawa terbahak-bahak.

    “Jadi selama ini kamu memata-matai diriku ?”, bertanya Wirondaya dengan wajah kurang senang

    “Benar”, berkata Senapati Jaran Goyang dengan singkat.
    “sampai saat ini ?”, bertanya kembali Wirondaya dengan mata kurang senang.

    Senapati Jaran Goyang tersenyum melihat wajah Wirondaya. “Tidak sampai saat ini, terutama setelah melihat hasil kerjamu di Selat Malaka”, berkata Senapati Jaran Goyang sambil melihat perubahan di Wajah Wirondaya yang sudah tidak masam lagi. “Besok pagi kalian harus sudah berangkat, aku sudah membawa pertanda khusus dari Baginda Raja serta sebuah rontal resmi tulisan tangannnya untuk Adipati Wiraraja”, berkata kembali Senapati Jaran Goyang kepada Wirondaya, kali ini dengan suara datar tanpa tawa sedikitpun.

    Sementara itu Wirondaya menerima perkataan Senapati Jaran Goyang dengan cara yang berbeda. Dikepalanya sudah menumpuk berbagai rencana liciknya. “Aku akan menghabisi nyawa pengalas tua itu diperjalanan”, berkata Wirondaya dalam hati. Namun dihadapan Senapati Jaran Goyang sepertinya tidak sedang memikirkan sesuatu, masih dapat menutupi perasaan hatinya dengan pura-pura berkata. “Terima kasih telah mempercayakan diriku”, berkata Wirondaya dengan raut wajah penuh kegembiraan.

    “Saat ini aku sudah benar-benar mempercayaimu”, berkata Senapati Jaran Goyang dengan senyumnya kepada Wirondaya.

    Demikianlah, keesokan harinya ketika pagi sudah terang matahari. Terlihat dua ekor kuda keluar dari pintu gerbang rumah besar milik Senapati jaran Goyang.

    • asyiiikkkk, ….. terima kasih ki, saya diangkat menjadi “detective”, … hehehehe, …..

  6. Kedua orang berkuda itu tidak lain adalah Wirondaya dan Ki Sukasrana, pengalas tua yang selama ini menyamarkan dirinya. Yang sebenarnya adalah orang nomor satu kepercayaan Senapati jaran Goyang sendiri.

    Sementara itu di pagi yang sama, di bandar Cangu terlihat sebuah jung besar Singasari tengah bergerak merenggang dari dermaga di depan Rumah besar bale tamu. Bersamanya adalah lima ribu orang prajurit yang akan berangkat berlayar menuju Selat Malaka.

    Terlihat didermaga kayu Raden Wijaya dan Rangga lawe bersama beberapa prajurit tengah melambaikan tangannya mengikuti arah bergeraknya Jung Singasari yang terbesar termegah di jamannya itu hanyut mengikuti air sungai Brantas dan terus menjauh meninggalkan tempatnya berlabuh. Jung besar itupun akhirnya semakin menjauh tersamar diujung mata yang terhalang kabut pagi diatas sungai Brantas di pertengahan musim kemarau di tahun itu.

    Namun tidak ada seorangpun yang tahu, ketika melewati beberapa hutan yang sepi. Terlihat beberapa prajurit telah turun menepi hingga menghinggapi jumlah dua ribu orang prajurit. Mereka hanya bagian muslihat dan siasat yang cemerlang untuk mengelabui pihak musuh, mengacaukan perhitungan diatas pikiran pihak musuh. Dan siasat mereka nampaknya telah berjalan dengan sempurnanya.

    “Saatnya mendewasakan dan mematangkan Raden Wijaya sebagai tulang punggung satria tunggal mengamankan Singasari”, berkata Mahapatih Kebo Arema di atas geladak jung Singasari kepada Temunggung Mahesa Pukat.

    “Begitulah cara Baginda Maharaja berpikir untuk Raden Wijaya, satria pewaris tanah Singasari dimasa depan”, berkata Temunggung Mahesa Pukat menanggapi perkataan Mahapatih Kebo Arema.

    “Sementara kita yang mulai tua diberi kesempatan untuk berlibur”, berkata Mahapatih Kebo Arema sambil tersenyum memainkan janggutnya yang sudah berwarna yang disambut tawa oleh Temunggung Mahesa Pukat.

    Sementara itu disiang hari yang putih, seekor kuda tengah melesat melewati gerbang batas kotaraja Singasari. Penunggangnya adalah seorang pemuda yang berpakaian seperti orang biasa, namun dari wajah dan sinar matanya terlihat sebagai seorang pemuda yang cukup tampan.

    Dari caranya menunggang kuda, terlihat bahwa pemuda ini seorang yang cukup tangkas. Ternyata pemuda ini adalah seorang prajurit Singasari yang mendapatkan kehormatan besar langsung dari Maharaja Singasari. Tugasnya sangat rahasia dan sangat penting sekali, yaitu membawa rontal rahasia yang harus diterima langsung oleh Adipati Sasana Bungalan di Balidwipa.

    Siapakah pemuda itu, dan mengapa dirinya yang terpilih menjadi utusan rahasia itu ?

    Pemuda itu adalah bernama Gajah Pagon, putra tunggal seorang yang sakti dari daerah Pandakan bernama Macankuping. Namun orang-orang banyak mengenalnya sebagai Ki Pandakan. Setelah dianggap cukup mewarisi semua ilmu dari ayahnya itu, Gajah Pagon diperintahkan oleh ayahnya untuk mengabdi sebagai prajurit di kotaraja Singasari.

    • Hujan yang ditunggu memang belum juga datang, tapi malam ini pintu air di situ Cipondoh sudah dibuka agak lebar dikit, hehehe

      monggo, terima kasih untuk semua dan segalanya.

      Dan kali ini panggung malam tanpa penutup dari suara sinden sing centil……….hiks

      • Matur suwun

        • sugeng dalu
          hujan mulai rintik rintik
          matur nuwun

  7. Wiew…., beberapa saat tidak tengok padepokan, sudah berjatuhan rontal dari Situ Cipondoh
    Kamssiiiaa…………………!!!

    • Wouw…., beberapa hari tidak tengok padepokan, sudah berjatuhan rontal dari Situ Cipondoh.
      Kamssiiiiaa…………………!!!

  8. sugeng siang
    siang panas
    malam baru hujan

  9. Dikesatuannya, Gajah pagon sangat menonjol hingga akhirnya ditemukan oleh Kuda Cemani, perwira tertinggi kepercayaan Maharaja Singasari yang sangat dipercaya. Pada saat itu Kuda Cemani memang tengah mencari pasukan khusus delik sandi yang masih murni dan belum tercemar. Gajah Pagon adalah salah satu orang terpilih yang juga menjadi prajurit delik sandi kebanggaan Kuda Cemani yang sangat diandalkan, selain tataran ilmu kanuragannya yang sudah cukup tinggi, Gajah Pagon juga telah banyak membuktikan kesetiaannya.

    Apa isi rontal rahasia itu ?

    Gajah Pagon sama sekali tidak mengetahuinya, dan dirinya sama sekali tidak berminat untuk mengetahuinya. Tugasnya adalah membawa rontal tulisan langsung dari Maharaja Singasari yang harus diserahkan langsung kepada Adipati Sasana Bungalan, seorang wakil penguasa Balidwipa.

    Demikianlah, hari itu Gajah Pagon tengah duduk diatas kudanya dijalan menuju arah Bandar Cangu. Dimana dari Bandar Cangu itu dirinya akan menggunakan kapal kayu yang akan membawanya langsung ke Balidwipa.

    Ketika jalan terlihat sepi, Gajah Pagon terlihat memacu kudanya dengat cepat seperti terbang. Namun manakala disisi jalan bertemu dengan beberapa pedati, dirinya segera mengurangi kecepatan kudanya agar tidak menjadi pusat perhatian. Demikianlah cara gajah Pagon membawa kudanya dijalan menuju Bandar Cangu.

    Gajah Pagon sangat hapal sekali dengan setiap liku jalan sepanjang Kotaraja menuju Bandar Cangu. Setiap jengkal tanah dikenalnya seperti mengenal halaman rumahnya sendiri. Entah untuk kesekian kalinya dirinya melewati jalan tanah itu. Dan Gajah Pagon sudah hapal juga dimana tempat persinggahan yang paling ramai dikunjungi oleh orang-orang terutama para saudagar yang tengah melakukan perjalanan niaganya.

    Demikianlah, Gajah Pagon akhirnya terlihat menghentikan kudanya disebuah persinggahan yang cukup ramai hanya untuk meleburkan dirinya tidak menjadi perhatian orang. Seperti itulah yang dilakukan oleh setiap petugas sandi agar kehadiran mereka tidak mudah dikenali, melebur dengan orang kebanyakan.

    Tempat persinggahan itu memang merupakan sebuah persimpangan jalan dari berbagai tempat tujuan yang berbeda. Maka tidak heran bila kedai yang cukup besar itu terlihat menjadi begitu ramai dikunjungi oleh mereka yang ingin beristirahat sejenak, terutama untuk memberi kesempatan kuda-kuda mereka untuk beristirahat.

    Matahari diatas kedai tempat persinggahan itu sudah bergeser turun dilengkung langit mendekati awal sore, cahaya sinar matahari sudah berwarna kuning teduh. Kedai itu sendiri berdiri diantara batang pohon hutan yang cukup rindang menaungi hampir seluruh bangunannya, juga halaman mukanya menjadikan kedai itu menjadi pilihan utama untuk berlindung dan bernaung dari sinar matahari.

    “Tolong rawat kudaku dengan baik”, berkata Gajah Pagon kepada seorang pekatik yang biasa mengurus dan melayani kuda-kuda semua orang yang singgah ditempat itu.

    • Kamsiiiaaaa pak Dhalang.

      Wah ngati wayah bengi pak Dhalange durung menchungul, aja2 kecanthol Ni Sinden tenan iki.

  10. sugeng dalu kadank sedoyo,

    Semoga pagi hingga petang di hari libur ini cerah….hari ini Ki Dalang_e akan meluncur “kondangan” ke Kalijati Subang, hehehe. (siapa tahu ketemu Nyi Sinden yang suaranya “cempreng”) ehem

    • Monggo, selamat jalan semoga sukses (ketemu nyi Sinden), he he he ….

  11. selamat siang
    selamat berkondangan ria
    matur nuwun

  12. wah jagone pak Satpam, si Mas Kimi, lagi seneng munggah podium.

    Sugeng dalu para kadang sedaya.

    • selamat arsenal menang
      MU imbang sementara
      geng dalu

    • he he he …….
      asiik….., saya gak sempat nonton, baru pulang nganglang
      hadu…., cuapeke puolllll……………….

  13. genk enjing
    pagi ini cuaca cerah berawan
    ada tanda tanda akan hujan
    mungkin nanti malam

  14. Sugeng enjang all…..
    posisi dmn ki Bancak……soale di lokasi petirahan raja2 singhasari cuaca cerah… ga da tanda2 mau hujan……:)

  15. Sugeng enjang ugi Ki Bancak. Lamo tak basuo, macam mana kabarnyo?

    • alhamdulillah kaba nya baik, lamo tak basuo juga, maaf talambek mambaleh nyo.

    • Whalah iko tambalek ayam den anu lapeh ka rimbo.

  16. sugeng dalu sedoyo, komputernya kelewat manis, jadi dikerubutin virus, hehehe

    Dengan sangat2 terpaksa hujan rontal malam ini jadi tertunda (microsof officenya belum diinstal…lalen nich putraku, durung rampung instalnya, wis kabur, hehee)

    • pakai linux ubuntu 12.04 saja ki, … sekali install sudah kumplit, … sangat aman dari gangguan virus, bahkan bisa digunakan utk membersihkan virus windows, hape, flashdisk.

      yang lebih penting lagi, semuanya gratis, mulai dari download, update, sampai upgrade ke versi baru …

      jika masih memerlukan aplikasi yang hanya bisa dijalankan di windows, komputer/laptop bisa dibuat “double os”. jadi ketika dihidupkan bisa milih, mau pakai linux atw mau pakai windows.

      caranya: unduh file linux ubuntu 12.04 (search link-nyadi google). lakukan iso burn (bisa pakai nero). boot pakai cd hasil burn. pilih instal side-by-side.

      kalau gak mau repot, beli aja cd-nya di e-center lippo karawaci. atau bawa laptop/notebook/cpu ke toko komputer “S-3”, ketemu dengan pemiliknya langsung, namanya “suria”. minta diinstal double os.

      monggo, ….

      • sugeng siang
        sanak kadang sedoyo

        • sugeng dalu sanak kadang sedaya.

          • segeng dalu
            ada hujan wedaran tidak malam ini ya ?

          • kayaknya belum Ki Ban,
            lha wong pawang udan tlatah
            Situ Cipondoh huebat je….!

      • kamsia Ki Sukasrana, saya pilih yang paling mudah….ke s-3, hehehe

        • tempatnya di e-center, lebih dekat masuk dari pintu barat. lokasi tokonya di lantai-3 sebelah kanan escalator yg langsung dari lantai-1 ke lantai-3.

          • selamat kemarau
            pak dalang baru nyari mbak OS
            biar mak nyos

  17. Kaniaya nian aku ni,
    lah limo hari idak katek rontal sikok pun.
    Mak mano pulo Pak Dhalang ni,
    apo belum sudah nyarinyo OS.
    Uji Ki SukaS tu ado nian di lantai tigo.

    Sugeng dalu para kadang.

  18. WORO-WORO

    Sebagaimana para cantrik di sebuah padepokan jaman dulu, diharuskan tapa ngrame untuk memberi minum orang yang kehausan, memberi makan orang yang kelaparan, menghibur orang yang kesusahan, dan perbuatan baik yang lain-lainnya. Satpam yang saat ini juga sedang “nyantrik” di sebuah padepokan pada saatnya juga harus menjalani “TAPA NGRAME” tersebut, tidak tanggung-tanggung, selama 10 minggu, sebelum Satpam menjalani laku akhir di padepokan untuk mendapatkan ilmu Sapta Pandulu, Sapta Panggraita, Sapta Pangganda dll.

    Jum’at, 7 September 2012 Satpam harus meninggalkan lereng Gunung Kawi di suatu tempat yang masih asing sama sekali. Menurut informasi, sistem komunikasi lancar, masalahnya apakah Satpam sempat nginguk padepokan, apalagi menyapu halaman, menyiram kembang dan sebagainya.

    Oleh karena itu, Satpam mohon pamit terhitung mulai besok pagi (07-09-2012) mungkin tidak bisa hadir di padepokan sampai pertengahan bulan Nopember 2012 yang akan datang. Mohon maaf apabila Satpam tidak bisa menata rontal-rontal yang berjatuhan dari Situ Cipondoh.

    Untuk sementara mungkin Padepokan suwung, karena Ki Arema juga tidak bisa meninggalkan pekerjaannya untuk menggantikan Satpam yang sedang berhalangan.

    Mohon do’a restu sanak-kadang Padepokan Pelangi Singosari, agar selamat dalam perjalanan (pergi-pulang) dan lancar dalam menjalankan tugas yang harus Satpam jalani. Berangkat sehat, pulang sehat dan dapat bercengkerama lagi dengan sanak-kadang di sini.

    Lereng Gunung Kawi, Minggu, 6 September 2012

    • selamt jalan pak Satpam
      semoga sukses
      dan bersama lagi di padepokan ini
      amien

    • Eh…., lupa..
      karena tidak tahu seberapa kecepatan Pak Dhalang dalam menyelesaikan rontal KDBS-03, maka Satpam sudah palang Alarm agar pintu KDBS-04 bisa terbuka dengan sendirinya.

      Pada saatnya, silahkan Pak Dhalang dan sanak-kadang yang lainnya berkumpul di gandok tersebut.

      Mohon maaf, Satpam m ungkin tidak sempat menyapu rontal-rontal yang berjatuhan dari Situ Cipondoh, sehingga padepokan terlihat kumuh.

      ngapunteeeennn………………………….

      Satpam harus segera istirahat, karena besok pagi, bakda Subuh Satpam harus sduah siap-siap berangkat menjalani “Tapa Ngrame”

      • selamat jalan Pak Satpam, semoga keselamatan selalu mengiringi……..

        Maaf para kadank….mudah2an sudah mulai lagi rontal berjatuhan dari Situ Cipondoh…..Dalang_e wis ketemu kembali “jalan pulang”, rumah dan keluarga “tercinta”, hehehe

        • slamet nggih mas Satpam,
          kalis nir hing sambikala.

          Saya berjanji selama pak Satpam tapa ngrame tidak akan ngeBOLD atawa dolanan italic.

          • genk enjing
            kadang sedoyo

  19. Terlihat Gajah Pagon tengah melangkah menuju pintu kedai. Dibelakangnya dua lelaki mendahului langkahnya menuju pintu kedai.
    Gajah Pagon masih sempat melihat wajah salah seorang dari dua orang lelaki yang mendahuluinya.

    Bukan main kagetnya Gajah Pagon yang ternyata mengenali salah seorang diantaranya, seorang yang pernah menjadi sasaran para petugas delik sandi untuk menemukannya, seorang buronan Kotaraja Singasari yang masih terus dicari.

    “Wirondaya !!”, berkata Gajah Pagon dalam hati seperti menemukan sebuah harta tak ternilai.

    Gajah Pagon memang pernah mendapatkan perintah untuk mencari Wirondaya, seorang mantan pejabat istana yang telah berhianat dan berhasil melarikan dirinya. Berbulan-bulan Gajah Pagon bersama dengan petugas delik sandi lainnya keberbagai tempat di Singasari. Wirondaya tidak pernah ditemukan. Wirondaya seperti hilang ditelan bumi. Namun hari ini dengan tidak sengaja, menemukan Wirondaya.
    Namun hati dan pikiran Gajah Pagon berkecamuk ketika menyadari bahwa dirinya tengah menjalankan sebuah perintah penting yang sangat rahasia.

    “Apa salahnya menjalankan dua perintah sekaligus”, berkata Gajah Pagon dalam hatimenenangkan dirinya sambil terus melangkah memasuki kedai.

    Setelah masuk kedalam kedai, Gajah Pagon mencari tempat yang agak jauh dari Wirondaya yang tengah bersama kawannya itu yang tidak lain adalah Ki Sukasrana, seorang kepercayaan dari Senapati Jaran Goyang yang diperintahkan untuk mendampingi Jaran Goyang mengantar surat rontal resmi kepada Adipati Wiraraja di Sunginep.
    Sementara itu Wirondaya dan Ki Sukasrana tidak tahu bahwa di kedai itu ada seorang petugas Delik Sandi Singasari yang tidak sedikitpun melepaskan perhatiannya. Terlihat seorang pelayan datang menghampiri Wirondaya dan Ki Sukasrana. Sebentar kemudian pelayan itu kembali masuk kedalam setelah menanyakan pesanan kepada kedua tamunya itu.

    “Pesan apa tuan ?”, berkata seorang pelayan yang tiba-tiba saja sudah berdiri didekat Gajah Pagon.

    Terlihat Gajah Pagon agak terkejut, perhatiannya terpecah oleh pertanyaan seorang lelaki pelayan kedai itu. Tapi Gajah Pagon segera dapat menguasai keterkejutannya itu, dengan penuh senyum memandang pelayan itu.

    “Nasi begana lengkap dengan ayam bakarnya”, berkata Gajah Pagon kepada pelayan itu.

    “Semoga tuan dapat bersabar, tamu dikedai ini sedang melimpah”, berkata pelayan itu yang langsung berbalik badan meninggalkan Gajah Pagon.

    Apa yang dikatakan oleh pelayan itu memang benar, tamu dikedai saat itu memang cukup ramai.Sebuah keuntungan bagi Gajah Pagon dapat bersembunyi ke keramaian orang untuk terus mengintai sasarannya, Wirondaya.

    Sementara itu terlihat seorang pelayan tengah mengantar pesanan Wirondaya dan Ki Sukasrana. Pelayan itupun segera kembali setelah meletakkan makanan dan minuman.

    • akhirnya
      ada setetes air hujan turun
      kamssiiiiiiaaaaaaaaaaa

      • genk ndalu Ki Bancak, diatas situ cipondoh langit penuh bintang, hehehe

        • geng enjing Ki
          wah bom makin ramai
          ngikuti ilmu gelegar petir
          mahisa amping

        • selamat pagi, … sejak kemarin saya tertahan di warung ki, … kapan ya boleh melanjutkan perjalanan, … hehehehe, ….

          • hahaha…..saya yang bikin cerita jadi ketawa…..(kayaknya ada rencana perpanjang kontrak…..Ki Sukasrana bakal bergabung dalam kelompok pasukan setia di belakang R Wijaya)

  20. “Tadi aku bicara pada seorang pekatik untuk mengganti tapal kudamu”, berkata Wirondaya kepada Ki Sukasrana.

    “Apa kamu bilang ?”, berkata Ki Sukasrana yang langsung berdiri dan melangkah keluar tidak jadi menyelesaikan makannya.
    Terlihat Wirondaya tersenyum, akal-akalannya bagaimana caranya Ki Sukasrana meninggalkannya dengan cara mengatakan tentang tapal kudanya yang dia tahu adalah barang warisan buyutnya sebagai ajimat pembawa keberuntungan.

    “Keberuntunganmu cukup sampai disini”, berkata Wirondaya sambil mengeluarkan sesuatu dari balik pakaiannya. Ternyata sebuah bubu kecil.

    Terlihat Wirondaya menuangkan isi bubu kecil itu kedalam gelas Ki Sukasrana.

    “Bedebah”, berkata Gajoh Pagon yang melihat semua yang dilakukan oleh Wirondaya.

    Sementara itu Ki Sukasrana sudah terlihat kembali langsung duduk ditempatnya.

    “Apa maksudmu berkata bohong ?”, berkata Ki Sukasrana sambil matanya mendelik tajam kearah Wirondaya.

    Terlihat Wirondaya hanya tertawa tidak langsung menjawab.
    “Aku cuma sedang menguji, sebesar apa keistimewaan tapal kudamu”, berkata Wirondaya sambil terus tertawa.

    “Manusia gendeng”, berkata Ki Sukasrana sambil melanjutkan menyelesaikan makan minumnya sepertinya ingin melupakan kekesalan dirinya.

    Terlihat Wirondaya dan Ki Sukasrana telah menyelesaikan makannya, mereka nampaknya akan segera meninggalkan kedai.

    Sementara itu Gajah Pagon juga telah menyelesaikan makannya, segera membayar kepada pemilik kedai sambil menunggu Wirondaya dan Ki Sukasrana keluar dari kedai.

    Langit diatas halaman kedai nampak biru cerah, matahari telah sedikit menukik ke Barat memberi warna awal senja dengan cahayanya yang teduh. Terlihat dua orang penunggang kuda tengah keluar dari halaman kedai, mereka adalah Wirondaya dan Ki Sukasrana yang akan melanjutkan perjalanannya.

    Jalan tanah keras yang mereka lalui saat itu sudah mulai sepi, dan merekapun tidak menghentakkan kudanya untuk berlari kencang.

    Akhirnya mereka sudah berjalan cukup jauh dari kedai tempat mereka beristirahat. Tidak seorangpun yang mereka temui. Sepertinya saat itu jalan tanah keras itu hanya untuk mereka berdua.

    Tiba-tiba saja Ki Sukasrana terlihat memegangi perutnya. Sepertinya tengah merasakan rasa sakit yang luar biasa.

    • jangan khawatir….Ki Sukasrana punya ajian “doble OS”, hehehe

      • Kamsiiiiiaaaaaaaaa…….!!!!!!!

  21. Kamsiiiaaaaa….pak Dhalang.

    • Suwun bapak Dhalang-e

      • cihuyyy
        kamsiiiaaa
        pak dalang

  22. Hadiiiiirrrr……..!!!

  23. nginguk bentar !!!

  24. Kasian deh Ki Sukasrana………..
    masak dibiarkan memegangi perutnya selama tiga hari….???
    mBok ndang dilanjutken to pak Dhalang.

    • hahaha…..maaf…tiga hari tiga malam keluar masuk “tabib cinta” untuk mencari obat yang mujarab buat sahabat Ki Sukasrana, saran tabib ternyata sederhana….”jangan dekat2 api”, hehehe

      (rontalnya lagi digodok….belum empuk banget) hehehe

  25. Hadiiiiirrrr……..!!!
    nginguk bentar !!!
    genk dalu

  26. Ki Sukasrana benar-benar merasakan sakit yang sangat, maka tanpa terkendali lagi dirinya terjungkal ketanah.
    Wajah Ki Sukasrana sudah menjadi begitu pucat, keringat mengucur di seluruh tubuhnya. Terlihat gemeretak giginya seperti menahan rasa sakit yang sangat. Dan akhirnya tubuh Ki Sukasrana terdiam tak bergerak, mungkin pingsan karena terlalu menahan rasa sakit yang sangat.

    “Bedebah”, berkata Gajah Pagon yang sempat menyaksikan semua itu dari tempat yang tersembunyi, terutama ketika mendengar suara parau tawa Wirondaya yang dengan dingin melihat kawan seperjalanannya menderita.

    Gajah Pagon melihat Wirondaya tengah mengangkat Ki Sukasrana keatas punggung kudanya. Ternyata Wirondaya menuntun kudanya masuk kepinggir hutan terus masuk lebih dalam lagi. Dan Gajah Pagon dengan diam-diam terus menguntit dari belakang, rasa penasaran mengisi seluruh kepalanya, apa yang ingin dilakukan oleh Wirondaya terhadap kawan seperjalanannya itu.

    Disebuah tempat didalam hutan pinggir jalan yang sepi, terlihat Wirondaya menurunkan Ki Sukasrana yang sudah tidak bergerak lemas berbaring diatas tanah.

    “Keberuntunganmu sampai disini kawan”, berkata Wirondaya sambil mencabut clurit tajamnya.

    Sambil berjongkok Wirondaya mengangkat cluritnya tinggi-tinggi, bermaksud menghabisi nyawa Ki Sukasrana dengan memenggal lehernya.

    Bukk !!

    Bukan main terperanjatnya Wirondaya merasakan pinggangnya terhantam sebuah tendangan kaki yang cukup keras, seketika dirinya terlempar beberapa langkah terjerambat jatuh menelengkup mencium bumi.

    Terlihat Wirondaya dengan cepat bangkit berdiri dengan wajah penuh tanah kotor.

    Bukan main kagetnya melihat seorang lelaki muda berdiri sambil bertolak pinggang memandangnya dengan wajah begitu membencinya.

    “Pengecut, kau racuni kawanmu sendiri”, berkata lelaki muda itu yang ternyata adalah Gajah Pagon.

    Melihat yang berdiri dihadapannya adalah seorang lelaki muda, timbul keberaniannya kembali dengan mengatakan pada dirinya sendiri bahwa serangan atas dirinya itu dapat terjadi karena kelengahannya.

    “Ternyata kamu melihat apa yang aku lakukan, hari ini akan ada dua nyawa yang akan menjadi tumbal penunggu hutan ini”, berkata Wirondaya dengan wajah penuh amarah.

    “Awalnya aku hanya akan menangkapmu, membawa dirimu ke Kotaraja. Namun melihat apa yang telah kamu lakukan atas kawanmu itu, ingin rasanya aku untuk menyincang tubuhmu”, berkata Gajah Pagon sambil melepaskan pedang tipisnya yang tersembunyi melingkar di pinggangnya, sebuah jenis senjata yang sangat unik, begitu lentur dapat ditekuk melingkari pinggang. Namun setelah dilepas dapat lurus kembali.

    • kamsiiiiiaaaaaaaaaaaa…..!!!!!!

  27. sugeng enjing sahabat sedoyo, dibalik jendela matahari kuning mengintip diujung telaga, indahnya hidup ini dapat melihat kembali sang pagi, hehehe

  28. hup……

    duinginnya minta ampun di sini, kulit Satpam sampai mbesisik dan gata-gatal.
    nginguk sambil nyapu halaman yang morat-marit tidak ada yang ikut nggantikan Satpam bersih-bersih halaman.

    Saat nginguk da;lam gandok, Walah…., kok sepi banget…
    Hadu….., lha kok ikutan Satpam gak hadir di padepokan
    Yang masih aktif ronda Ki Haryo Mangkubuni, Ki Bancak, Ki Sukasrana, Ki Gembleh. Ki Van Hallen dan Ki Arga.

    Tetap semangat Pak Dhalang.
    Sepertinya kurang empat rontal lagi, KDBS-03 sudah bisa dibungkus. Gandok KDBS-04 sudah disiapkan lho….., tunggu tanggal mainnya.

    • Lha kok kasrepen nembe wonten pundi to Pak Risang? Saya juga pernah kedinginan waktu tamasya ke Gunung Bromo tiga tahun yang lalu.

      • sugeng dalu
        niki wonten kopi jahe anget
        perlu dikirim pak Satpam
        kamsiaa pak Dalang

  29. Radi enjing…….. Ass all ?!

    • sugeng sonten
      kadang padepokan

      • Sugeng dalu Ki Bancak,
        harak inggih sami wilujeng to…????

        • pangestunipu Ki Gembleh wilujeng
          meniko ngentosi pak dalang wedaran
          ning sajak-e sawek gandrung kalih nyi sinden

  30. Ngintip sebentar,
    tidak ada masalah…
    kabur lagi melanjutkan pengembaraan

  31. met malem kadank sedoyo, kelewat asyik bersenandung sama Nyi Sinden…..qiqiqiqi, jadi lupa ngerebus rontal…hiks

    • sugeng dalu pak dalang
      monggo diteruskan berbalas pantun
      dengan nyi sinden
      asyiiikk qi qi qi qi ehem

  32. Sementara itu senja diatas hutan pinggir jalan itu sudah sudah mulai meredupkan pandangan, kilau tajam pedang Gajah Pagon sepertinya semakin terlihat pamornya, sebuah senjata yang cukup menggetarkan hati siapapun yang memandangnya.

    Namun Wirondaya berusaha tidak menampakkan kekagumannya, apalagi menampakkan rasa jerihnya.

    “Hemm”, hanya suara itu yang keluar dari mulut Wirondaya menilai senjata anak muda didepannya.

    Gajah Pagon dapat membaca bahwa sebenarnya Wirondaya tengah menutupi rasa kagum dan jerihnya melihat pedang pusaka milik keluarganya itu.

    “Lihat pedang”, berkata Gajah Pagon yang sudah bertambah kebenciannya melihat wajah Wirondaya yang sepertinya meremehkannya, langsung menyerang kearah Wirondaya.

    Serangan Gajah Pagon hanya sebuah serangan pembuka, tidak langsung menumpahkan tataran puncaknya, hanya sekedar menjajaki kemampuan Wirondaya.

    “Hemm”, hanya itu yang terdengar dari bibir Wirondaya sambil bergeser sedikit kesamping mengelak serangan Gajah Pagon dan langsung balas menyerang dengan cara menubruk mendekati Gajah Pagon dan langsung menyabet senjata clurit miliknya kearah pinggang Gajah Pagon.

    Terlihat Gajah Pagon mundur selangkah menghindari serangan Wirondaya.

    “Gaya tempur yang liar”, berkata Gajah Pagon dalam hati menilai gaya kanuragan Wirondaya sambil kembali balas menyerang dengan masih belum meningkatkan tataran yang sebenarnya, kali ini serangannya lurus kearah leher Wirondaya.

    Melihat kecepatan dan cara lawan bermain pedang yang masih dapat diimbanginya itu, membuat Wirondaya merasa dapat menaklukkan lawan mudanya itu.

    “Hanya seperti inikah kehebatan seorang prajurit Singasari ?”, berkata Wirondaya sambil merunduk sedikit dan dengan kecepatan yang luar biasa langsung maju meluruk mendekati Gajah Pagon kembali menyerang pinggangnya.

    Wirondaya merasa senjatanya sudah akan mengenai kulit Gajah Pagon, namun bukan main kagetnya bahwa Gajah Pagon dapat bergerak begitu cepat bergeser kesamping.

    Trang !!

    Luar biasa, pedang Gajah Pagon dapat bergerak seperti sebuah cambuk melengkung dan melecut membentur senjata Wirondaya.
    Wirondaya merasakan telapak tangannya panas, ternyata Gajah Pagon telah melambari serangannya dengan sepertiga kekuatan tenaga cadangannya.

    Melihat Wirondaya yang terkejut, Gajah Pagon tidak langsung menyerangnya, sepertinya memeberi kesempatan Wirondaya menguasai dirinya.

    “Itu hanya kejutan awal”, berkata Gajah Pagon yang berdiri sambil tersenyum.

    • sugeng enjing
      kamsiaaa pak dalang

  33. satu dari empat, hehehe (langsung melesat ke dapur ngerebus air sambil clingak-clinguk nyari kopi)

    • e,e,e, lahdalah balik sing latpur awake nggregesi rada meriang kena watuk pilek wis nginum obat bli waras-waras e.ee. warase karo maca kirimane Ki dalang matur kasuwun Ki langsung tak sruput

      • sugeng dalu
        sanak kadang sedoyo

  34. Ternyata Wirondaya bukan sejenis manusia yang gampang menyerah. Tidak terlihat perasaan jerih sedikitpun langsung menyerang Gajah Pagon. Tapi Gajah Pagon sudah dapat mengukur kekuatan dan kecepatan lawan, maka dengan mudahnya Gajah Pagon melesat menghindari serangan Wirondaya. Namun diam-diam Gajah Pagon memuji semangat lawannya itu, dan tidak terburu-buru menyelesaikan pertempurannya. Terlihat Gajah Pagon hanya mengimbangi setiap serangan dengan balas menyerang dengan kecepatan dan kekuatan yang disesuaikan.

    Sementara itu langit senja sudah mulai bersembunyi diujung bumi, cahaya keremangan malam sudah mulai meneduhi suasana hutan pinggir jalan itu. Namun semua itu tidak membuat susut suasana pertempuran antara Gajah Pagon dan Wirondaya.

    Terlihat Wirondaya telah meningkatkan seluruh kemampuan tataran ilmunya, sementara itu Gajah Pagon tidak sedikitpun merasa tertekan, masih terus mengimbangi tataran ilmu lawan dan berusaha tidak melampauinya.

    Ternyata Wirondaya salah tanggap dengan sikap Gajah Pagon itu, dirinya merasa bahwa anak muda itu tidak dapat melebihi tataran ilmu yang dimilikinya, terlihat dirinya semakin mengerahkan puncak kekuatan dan kemampuannya.

    Gajah Pagon tersenyum melihat semangat Wirondaya, inilah tipu dayanya untuk menguras tenaga lawan.

    Pertempuran menjadi begitu sengit, diterangi cahaya rembulan bulat penuh diatas hutan itu yang sedikit terbuka, membuat gerak mereka seperti dua bayangan yang saling menyerang semakin cepat. Kadang terdengar suara jerit dan dengus mereka ketika sebuah serangan hampir saja melukai tubuh mereka.

    “Anak setan”, berkata Wirondaya begitu penasarannya kepada Gajah Pagon yang belum juga dapat dikalahkannya.
    Gajah Pagon tidak membalas umpatan itu, hanya sedikit tersenyum melihat kegundahan hati lawannya itu.

    Yang ditunggu Gajah Pagon akhirnya tiba, tenaga Wirondaya sudah mulai terkuras, tenaga dan kekuatannya sudah terlihat semakin surut.
    Maka dalam sebuah serangan yang menusuk lurus dari pedang tipis Gajah Pagon memang dapat dihindari oleh Wirondaya. Tapi diluar perhitungannya bahwa pedang tipis itu dapat juga dengan tiba-tiba menjadi lentur. Hanya dengan menghentakkannya, pedang tipis itu telah berubah arah melecut kearah pinggang Wirondaya dengan kecepatan yang sangat luar biasa.

    Ahhh…!!!

    Menjerit Wirondaya merasakan pedih disekitar pinggangnya, terlihat dua garis bajunya yang robek tersayat pedang tipis yang sangat tajam dan masuk menyayat lebih sedikit dari kulitnya yang menyebabkan dua garis berwarna merah dipinggangnya yang dirasakannya begitu pedih.
    Ternyata Gajah Pagon tidak berhenti hanya sampai disitu, pedang tipisnya sudah berpindah arah.

    • dua dari empat !!!, (sambil tepok nyamuk yang hinggap di kuping kanan) plok !!!, hehehe

    • kamsiiiaaaa……………………….!!!!

      • kamsiiiaaaa……………………….!!!!
        matur nuwuuuunnn…………………!!!!

  35. Met malem kadank sedoyo….baru pulang dari Subang, diperjalanan sudah mungutin bahan2nya….tinggal direbus kasih garem dikit, hehehe

    Terdengar sayup2 suara Ni Sinden bersanjak asmaradana …….so pasti gue harus bilang “wow”, hehehe

    • Diwedar malam ini?
      Ditunggu………….

      • yg betul malam ini

        • yg betul sebentar lagi

  36. Sret srett !!
    Pedang tipis Gajah Pagon pindah arah menyabet dua kali diatas paha Wirondaya, telah membentuk dua buah goresan luka yang cukup dalam.

    Terlihat Wirondaya terjatuh tersungkur berdiri hanya diatas tangkai lututnya. Darah mengalir begitu deras di dua buah garis luka pahanya.
    Gajah Pagon berdiri dihadapan Wirondaya dengan tangan masih memegang pedang tipisnya dengan posisi ujung pedang jatuh menyentuh bumi.

    Ternyata Wirondaya adalah seorang yang keras kepala, dalam keadaan terluka tidak sedikitpun menunjukkan rasa sakitnya, seakan haram baginya memperlihatkan rasa sakit kepada lawannya. Yang terlihat adalah bulat matanya yang menusuk tajam sebagai ungkapan kebencian memandang kearah Gajah Pagon.

    “Apakah kamu masih belum menyerah ?”, berkata Gajah Pago dengan suara yang datar.

    “Cepat bunuhlah aku, wahai prajurit”, berkata Wirondaya dengan mata terbuka.

    “Aku tidak akan membunuhmu, aku akan menyerahkan dirimu ke Kotaraja”, berkata Gajah Pagon masih dengan suara datar.

    “Bukankah diawal kamu bermaksud mencincang tubuhku ?”, berkata Wrondaya dengan mata terbelalak kepada Gajah Pagon.

    “Pikiranku berubah”, berkata Gajah Pagon kepada Wirondaya.

    “Anak muda bodoh”, berkata Wirondaya dengan mata hampir keluar.

    “Aku tidak akan tertipu, sikapmu hanya ingin diriku terjebak marah dan membunuhmu. Ternyata dibalik sikapmu ada sebuah ketakutan yang sangat untuk menerima menjadi seorang tawanan”, berkata Gajah Pagon masih dengan suara yang datar, kali ini dengan sedikit senyum dibibirnya.

    “Kamu akan menyesal prajurit bodoh”, berkata Wirondaya dengan wajah penuh geram.

    “Mengapa kamu katakan aku akan menyesal ?”, bertanya Gajah Pagon kepada Wirondaya.

    “Menyesal karena tidak segera membunuhku”, berkata Wirondaya dengan memicingkan matanya menatap kepada Gajah Pagon.

    “Hukuman seorang penghianat adalah membenamkan dirinya di perempatan jalan, membiarkan semua kebencian warga untuk ikut menghukum. Itulah hukuman yang layak untukmu”, berkata Gajah Pagon kepada Wirondaya.

    “Kamu tidak akan dapat melakukannya”, berkata Wirondaya dengan bibir mencebir.

    Baru saja Gajah Pagon ingin menjawab perkataan Wirondaya, bukan main kagetnya bahwa entah dari mana dan dengan apa caranya tiba-tiba saja Wirondaya melemparkan dua buah keris kecil sebesar jari kelingkin dari genggamannya, dan dari jarak yang begitu dekat !!!

    • tiga dari empat……hehehe

      Genk Enjing kadank sedoyo

      • Sugeng enjing ki Sandikala…Ngaturaken Agengin Panuwun…. Moco rontal kro ngirup kopi anget….lumayan

        • sugeng siang
          matuuurrr nuwuuuunn

      • siap bundel KDBS-03 dan KDBS-04 sudah siap menunggu lengkapnya empat dari empat dan proses pembungkusannya.

        tapi satpam tidak bisa menunggu tengah malam, tidak ada kendaraan menuju padepokan pada malam hari.

        nuwun

        • hups…..baru pulang dari mbandung, masak air dulu, nemenin Ki VH minum kopi, hehehe

  37. Sugeng Enjang all…

    • sugeng sonten

  38. sugeng sonten all

  39. Selamat malam kadank sedoyo, rontal ke empat dari empat terakhir lagi direbus, hehehe

    • sugeng dalu
      ngrebusnya sambil
      merokok lisong
      mak nyuuusss

  40. Tidak ada jalan lain bagi Gajah Pagon selain mengangkat pedang tipisnya keatas menangkis dengan cepatnya serangan gelap itu.

    Tring !!

    Ternyata Gajah Pagon tidak hanya menangkis, tapi menghentakkan pedang tipisnya hingga dua buah keris kecil itu terlempar kembali berbalik arah.

    Jrebb !!

    Dua keris kecil itu satu langsung menancap tepat dileher Wirondaya, satu lagi menancap tepat dijantungnya.

    Wirondaya tidak sempat berbuat apapun, hanya matanya sekejab terbuka lebar kaget bukan kepalang bahwa senjata rahasianya yang diketahui mempunyai racun yang amat kuat kini bersarang didirinya. Namun wajah kagetnya itu hanya sekejab, setelah itu tubuhnya jatuh lunglai, sepertinya nyawanya sudah jauh melayang meninggalkannya.

    “Orang ini telah memilih hukuman yang paling ringan untuk dirinya”, berkata Gajah Pagon sambil memandang tubuh Wirondaya yang sudah menjadi biru dan kaku.

    Sementara itu langit diatas hutan tepi jalan itu sudah begitu gelap, sang malam telah menyelimuti suasana sekitarnya. Terlihat Gajah Pagon matanya menyapu sekeliling dan berhenti ketika melihat seonggok tubuh yang masih berbaring. Tubuh Ki Sukasrana.

    Terlihat Gajah Pagon mendekati tubuh itu, setelah dekat dengan seksama memeriksa beberapa bagian tubuhnya. Terdengar Gajah Pagon menarik nafas panjang dan sekaligus mengeluarkannya.
    “Orang ini masih hidup”, berkata Gajah Pagon dalam hati dengan perasaan lega bercampur gembira.

    “Semoga aku masih dapat menolongnya”, berkata kembali Gajah Pagon sambil mengeluarkan sebuah bubu bambu kecil dari balik pakaiannya.”bubuk obat ini dapat menahan racun untuk beberapa hari”, berkata kembali Gajah Pagon sambil memasukkan dengan paksa sedikit bubuk putih dari dalam bubunya. Setelah itu terlihat Gajah Pagon mendekati sebuah parit kecil yang ada di hutan tepi jalan itu. Dengan sebuah daun yang cukup lebar yang sudah ditekuk berbentuk pincuk agar dapat membawa air. Maka dengan air sedikit itu Gajah Pagon menuangkannya kebibir Ki Sukasrana.Ternyata iar itu berguna agar obat didalam mulut Ki Sukasrana terdorong masuk ke tubuhnya.

    Tidak lama kemudian, Gajah Pagon dapat melihat perubahan diwajah Ki Sukasrana sudah tidak sepucat sebelumnya.
    “Aku harus secepatnya membawa orang ini ke Pandakan, mudah-mudahan ayahku dapat menyembuhkannya”, berkata Gajah Pagon dalam hati sambil memandang wajah Ki Sukasrana penuh kekhawatiran.

    Sementara itu hari sudah menjadi begitu gelap, terlihat Gajah Pagon sudah mengangkat tubuh Ki Sukasrana keatas kuda. Perlahan Gajah Pagon menuntun dua ekor kuda keluar dari hutan dipinggir jalan itu. Ketika sampai di jalan tanah, Gajah Pagon sudah langsung melompat diatas kudanya.

    • Horeee…….empat dari empat…cihuiiiiiiiiii

      • horeee……….kamsiiiaaaaaa


Tinggalkan Balasan ke sandikala Batalkan balasan