PBM-29

sebelum>>| awal>>| lanjut>>

Laman: 1 2 3

Telah Terbit on 14 Agustus 2010 at 02:02  Comments (46)  

The URI to TrackBack this entry is: https://pelangisingosari.wordpress.com/pbm-29/trackback/

RSS feed for comments on this post.

46 KomentarTinggalkan komentar

  1. selamat pagi… selamat sahur dan selamat tidur…

    • he he …
      ketemu juga akhirnya, setelah hampir dua jam tidak ada yang nengok.

      • Langsung ngunduh ….
        Selamat uthuk-2 Dik Sat, Ki Ar dan Ki IS, serta Ki Banu /Bayu

        • he-he-he….tak pikir mbujuki,
          tiba’e ki Rangga WID beneran.

          matur nuwun ki SENO, ki ISMOYO
          pak SATpam.

          langsung “UNDUH”

          • Habis unduh jangan lupa ngapsen ki?
            Antri nginthil ki YP.

          • sugeng enjang
            ki Wiek…!!!

            monggo, mpun saged
            di-ganthol ki,

          • Sugeng enjing….
            Sampun saged di gondhol njihh..

          • kamsia

  2. Nuwun

    Sugêng énjang. Sugêng pêpanggihan pårå kadang sâdåyå. Atur pambagyå raharjå dumatêng pårå kadang sutrésnå padépokan pêlangisingosari, ingkang dahat kinurmatan:

    Cantrik Bayuaji marak ing paséban, ngêndit rontal:
    DONGENG ARKEOLOGI & ANTROPOLOGI PENYEBARAN ISLAM DI NUSANTARA © 2010. [Rontal PBM 29]

    Dongèng ing samangké kasêrat ing dintên Sêtu (Saniscårå) Wagé; 04 Påså 1943 – Dal. 4 Ramadhan 1431H; 14 Agustus 2010M. Wuku Prangbakat, Ingkêl Buku. Bhadrawadamasa, mångså Karo 1932Ç.

    Memenuhi janji saya On 11 Agustus 2010 at 22:57 bayuaji said, maka wedaran Dongeng Arkeologi & Antropologi Pentebaran Islam di Nusantara kali ini adalah tentang:

    MUBALLIGHOT DARI LERAN
    [Fatimah binti Maimun bin Hibatu’llah, muballighot pertama di Pulau Jawa]

    Berdasarkan temuan, para arkeolog mempercayai bahwa makam Fatimah binti Maimun bin Hibatu’llah adalah situs makam terkuno yang bercirikan Islam.

    Makam Fatimah binti Maimun bin Hibatu’llah, berada tidak jauh dari sekian banyak makam tokoh Islam masa lalu di wilayah pantai utara Jawa Timur. Ada makam Sunan Ampel di Surabaya. Kompleks makam penyebar Islam lainnya seperti Syeikh Maulana Malik Ibrahim di desa Gapura, Gresik; makam Sunan Giri di desa Giri Kebo Mas Gresik; makam Sunan Drajat di desa Drajad Paciran Lamongan dan makam Sunan Bonang di Tuban.

    Sekitar 10 kilometer berkendara dari makam Sunan Giri ataupun makam Syeikh Maulana Malik Ibrahim menuju Sunan Drajat, melewati lokasi makam Fatimah binti Maimun. Jika berkendara dari tol Surabaya, pårå kadang bisa keluar di tol Manyar – Gresik. Sekitar satu kilometer lagi ke arah Lamongan bisa dijumpai makam Fatimah ini. Di sisi kiri jalan ada papan besar bertuliskan Makam Fatimah binti Maimun.

    Berjalan 200 meter menelusuri jalan paving, terlihat kompleks makam yang ada di Desa Leran, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik, itu. Kondisi makam agak kurang terawat. Sebagian pagar kompleks makam yang terbangun dari batu bata, roboh. Beberapa makam kuno yang berada satu kompleks, batu nisannya patah.

    Batu Nisan Leran sebagai prasasti yang dinisbahkan kepada nisan di dalam Kompleks Makam Siti Fatimah binti Maimun bin Hibatu’llah di Desa Leran, Kecamatan Manyar, Gresik, Jawa Timur, Siti Fatimah binti Maimun dikenal juga dengan gelar Putri Dewi Retno Swari atau Dewi Swara.

    Inilah situs makam kuno bertuliskan 475 H atau 1082 Masehi, tetapi ada yang berpendapat tahun 495 H atau 1102 M. Setiap tangal 15 Syawal ramai diziarahi, yang merupakan haul Fatimah binti Maimun.

    Dari sisi arsitektur, model makamnya sangat unik. Berbentuk cungkup dengan dinding dan atapnya terbuat dari batu putih kuno. Bentuk cungkup makam mirip dengan bentuk candi. Tercatat sudah mengalami pemugaran, pada 1979-1982. Beberapa batu yang rusak parah diganti dengan batu baru.

    Cungkupnya berbentuk empat persegi panjang dengan atap berbentuk limasan yang mengerucut. Bagian kaki dan badan bangunan dihias dengan pelipit-pelipit persegi. Dindingnya tebal, dengan ruangan yang sempit.

    Cungkup im merupakan bangunan utama dan terbesar di kompleks makam. Dari bentuk cungkup inilah masyarakat sekitar memandang Fatimah binti Maimun memiliki kedudukan yang penting pada zamannya.

    Di dalam cungkup tersebut, selain Fatimah, ada empat makam lain yang dipercaya makam empat orang dayang Fatimah yaitu Nyai Seruni, Putri Keling, Putri Kucing, dan Putri Kamboja. Nisan makamnya dihiasi dengan pahatan kaligrafi bergaya kufi.

    Nisan ini ada persamaannya dengan nisan yang ditemukan di Phanrang (Thailand). Beberapa pemerhati sejarah purbakala menyatakan bahwa batu nisan tersebut berasal dari produk yang sama yaitu Cambay, India.

    Selain makam dalam bangunan utama ini, ada dua makam unik yang berada di luar cungkup, keduanya adalah makam penjaga Fatimah binti Maimun. Panjang makam mencapai sembilan meter dan umumnya dikenal sebagai nama “makam panjang.” Panjang makam itu merupakan kiasan mengenai panjangnya waktu yang dibutuhkan untuk menyebarkan agama Islam di Jawa.

    Menurut penelitian awal, ditilik dari umur, kompleks makam Islam yang menjadi penyibak kejayaan Gresik masa lalu ini merupakan yang tertua. Di makam inilah ditemukan sumber tertulis primer berupa batu nisan berhuruf Kufi (Arab), berbahasa Arab, dan terkenal dengan sebutan Batu Nisan Leran. Penamaan ini didasarkan pada tempat ditemukannya batu nisan, yaitu Desa Leran.

    Menurut Mohammad Yamin (Prof Dr. Mohammad Yamin. Tatanegara Madjapahit, Jajasan Prapandja Djakarta 1962), orang pertama yang menemukan dan membaca tulisan ini adalah peneliti asal Belanda JP Moquette, tahun 1911. Ia menerjemahkan tulisan di batu nisan tersebut ke dalam huruf Arab baru.

    Terjemahannya dalam bahasa asing tertuang dalam Handelingen van hest Eerste Conggres voor de Tall, Land, en Volk enkunde van Java.

    Inskripsi Prasasti Batu Nisan Leran:

    Bism Allah al-Rahmaan al-Rahiim
    Kullu man ‘alaihaa faan
    wa yabqaa wajhu rabbika dzul jalaali wal ikraam
    ………………………………..

    terjemahannya:

    [1]. Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang.
    Setiap yang ada

    [2]. di bumi adalah fana. Dan yang kekal abadi hanya Wajah Rabbmu Sang Maha Pemilik Segala Kebesaran (Dzul Jalaali)

    [3]. dan Sang Maha Pemilik Segala Kemuliaan. (Ikraam). (Inilah) makam perempuan yang tak berdoa,

    [4]. yang lurus, bernama binti Maimun, putera Hibatu’llah, jang berpulang

    [5]. pada hari Jum’at delapan Rajab setelah tujuh malam berlalu

    [6]. pada tahun 495, dengan rahmat

    [7]. Allah Yang Maha Mengetahui semua yang gaib, Allah Yang Maha Agung dan RasulNya yang mulia.

    Inskripsi berupa syair tujuh baris:

    a. Baris pertama adalah kalimat Basmalah, pernyataan bahwa Allah SWT adalah Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Bism Allah al-Rahmaan al-Rahiim, dan sebagian ayat 26 Surat Ar Rahman.

    b. Baris kedua adalah cuplikan sebagian Surat Ar Rahman ayat 26 .

    c. Bagian awal baris ketiga adalah cuplikan dari Surat Ar Rahman ayat 27.

    d. Baris ketiga (bagian akhir ) sampai dengan sebagian baris keenam menerangkan nama tokoh, hari, bulan dan tahun meninggalnya sang tokoh.

    e. Akhir baris keenam bersambung ke baris ketujuh pujian kepada Allah dengan Asmaul HusnaNya, Allah Maha Pemberi Rahmat , Allah Maha Tahu, dan Allah Maha Agung, serta pujian kepada Rasulullah Muhammad SAW. RasulNya Yang Mulia.

    f. Angka tahun pada Prasasti Batu Nisan Leran menggunakan angka tahun kalender Islam yaitu 495H (atau 475H), bukan suatu hal yang lazim bagi masa itu, menggunakan sengkalan dan berangka tahun Çaka.

    Mengenai tahun meninggalnya Fatimah yang diduga karena terserang wabah penyakit ini, Moquette membacanya tahun 495 H atau 1102 M, tetapi menurut Prof. Dr. Mohammad Yamin, ada kemungkinan pula tahun 475 H atau 1082 M.

    Perbedaan ini disebabkan karena masih ada keraguan dalam membaca satu kata yang mungkin berarti 70 atau mungkin berarti 90. Berdasar tarikhnya, Yamin dalam buku tersebut menyatakan, tulisan Leran merupakan tulisan Arab tertua di Asia Tenggara.

    Dari interpretasi tulisan tersebut, para peneliti sependapat bahwa Fatimah berasal dari negeri Kedah, Malaka, adalah pemeluk Islam. Sementara interpretasi tentang beradanya Islam di Leran pada masa itu terdapat berbagai asumsi yang berbeda. Yang pasti, pada masa itu Leran telah menjadi daerah permukiman dengan status desa perdikan “Sima” yang di dalamnya hidup orang-orang bebas yang umumnya identik dengan pedagang.

    Kalau kita baca secara literal, sebenarnya tulisan-tulisan di sebuah Nisan dalam Bahasa Arab bukanlah hal yang istimewa. Namun, jika kita kaji secara esoteris, maka tulisan yang dibuat di setiap Nisan sebenarnya erat kaitannya dengan perkembangan budaya baca dan tulis di masa itu.

    Berkaitan dengan siapa yang dimakamkan, penulisan syair pada batu nisan itu juga menunjukkan kadar dan kualitas dari siapa yang dikuburkan di makam tersebut yang mampu bertahan selama beberapa tahun.

    Awetnya bentuk makam, dalam arti tidak adanya kerusakan yang parah karena kesengajaan kecuali karena kurangnya perawatan dan cuaca, menunjukkan kalau makam tersebut merupakan makam orang yang dihormati oleh berbagai pihak sehingga tidak menunjukkan adanya indikasi pengrusakan yang disengaja.

    Mungkin saja ada makam-makam yang ditulis dengan syair yang indah namun tidak sesuai dengan kenyataan almarhum semasa hidupnya. Dan makam seperti ini seringkali berakhir mengenaskan karena mengalami kerusakan secara sengaja akibat kebencian yang terpendam dan dilampiaskan setelah kematian yang bersangkutan.

    Karena itu, makam-makam yang masih awet dan tulisannya masih terbaca dengan baik seperti yang terdapat di Leran Gresik mengindikasikan peran almarhumah yang diakui oleh semua masyarakat di sekitar wilayah dimana makam di temukan.

    Prasasti Batu Nisan Leran bukan sekedar sebuah batu nisan yang menandai makam seseorang. Namun, terselubung suatu infomasi tersembunyi dimana arti dan maknanya secara esoteris maupun numerik berkaitan erat dengan suatu penanda, suatu ukuran, atau suatu patokan yang berkaitan dengan perhitungan kronologi sejarah.

    Sejarah yang dimaksud tentunya sejarah di Jawa secara khusus dan Nusantara secara umum. Penanda tersebut tentunya tidak hanya dibaca sendirian namun harus dikaitkan dengan beberapa penanda lainnya yang tersebar di Nusantara , terutama dari wilayah Aceh sampai ujung timur Pulau Jawa dimana tersirat dari namanya kalau ujung tersebut merupakan suatu tanda dari akhir batas nalar manusia ketika mencoba merekonstruksikan jalanannya suatu peristiwa yang menyangkut suatu wilayah yaitu Sejarah Kawasan Nusantara.

    Kullu man ‘alaihaa faan , adalah klimaks dari seluruh kenyataan atas kehidupan sebagai rahmat dan kasih sayang Allah SWT. Penggalan Ayat-ayat Al Qur’an dari Surat Al Rahmaan ayat 26 dan 27 itu menjadi bagian dari sebagian baris pertama, baris kedua dan sebagian baris ketiga Batu Nisan Leran, dan dianggap sebagai salah satu Nisan bertulisan Arab tertua di Asia Tenggara.

    Tulisan ini mengkaji sisi esoteris dari 7 bait syair yang menghiasi nisan tersebut yang nampaknya menjadi bagian dari ribuan Nisan bertulisan Arab Kuno yang menghiasi berbagai makam di wilayah-wilayah Islam.

    Dengan susunan huruf yang secara simbolik berkaitan dengan konstruksi kenyataan yang dapat dibangun oleh manusia yang mempunyai daya pikir dengan perasaan dan perbuatannya (yaitu 12 huruf mewakili 12 huruf Tauhid Laa ilaaha illaa Allah), kalimat “Kullu man ‘alaihaa faan ” yang ditulis pada baris 1 dan 2 setelah kalimat “Bism Allah al-Rahmaan al-Rahiim” adalah penegasan tauhid dimana dekonstruksi realitas yang penuh rahmat dan kasih sayang (yaitu kehidupan berkualitas dengan dasar kalimat Basmalah) paling akhir akan dihadapi oleh semua makhluk ciptaan, demikian juga manusia sebagai makhluk berpikir dan dimuliakan, yaitu kematian.

    Penyandingan kalimat “Basmalah” dengan penggalan kata “Kullu Man” dari QS 55:26 yang tidak lain adalah bagian dari surat Ar Rahmaan, dimana didalam surat tersebut terurai gambaran awal dan akhir realitas kehidupan yang sering dipungkiri oleh manusia yaitu ungkapan “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kalian dustakan”, yang disebutkan sebanyak 31 kali dalam 78 ayat surat Ar Rahmaan.

    Ayat tersebut menjelaskan suatu dekonstruksi rahmat dan kasih sayang Ilahi dimana seluruh hak dan wewenang manusia, baik amaliah lahir dan batinnya, sepenuhnya telah dikembalikan dan berada dalam genggaman Allah SWT sebagai Azizul Hakiim.

    Inskripsi yang tertulis di epitaf Leran tersebut merupakan inskripsi yang sudah menjadi tradisi bagi para penempuh jalan lurus setelah masa-masa kematian menghampiri dimana tanda dan tengaranya telah ditangkap dan dirasakan oleh si mati beberapa waktu sebelumnya.

    Kemampuan menangkap sasmita paling akhir (datangnya kematian) jauh sebelum saat kematian tiba merupakan suatu keahlian khusus yang hanya dimiliki oleh para Kekasih Ilahi yang sejati sebagai suatu anugerah sekaligus tanda keberhasilannya menempuh kehidupan didalam koridor dan pedoman yang benar yaitu kelurusan niat dan akidah dengan keikhlasan yang terbuktikan selama hidupnya.

    Tentunya, bagi yang menipu diri dengan mengaku-ngaku berada di jalan lurus sasmita kematian sebelum saatnya tiba tidak akan dapat ditanggapi dengan sebenarnya. Dan karena itu, mereka yang munafik akan berhadapan dengan rasa takut amat sangat ketika kematian tiba karena sebab-sebab yang muncul dari kemunafikan dan kekeliruannya telah mengabaikan rahmat dan nikmat Allah SWT.

    Kemampuan menangkap tanda kematian ini diungkapkan kemudian di baris kelima dari tujuhbaris syair yang tertulis di epitaf dengan penyebutan yang khas yaitu “setelah tujuh malam berlalu” atau delapan hari sebelumnya.

    Dugaan kalau almarhum menderita sakit seperti disimpulkan oleh Muhammad Yamin dalam risetnya tentang prasasti Leran nampaknya mendekati kebenaran meskipun boleh jadi juga almarhumah tidak menderita sakit apapun. Tetapi ia telah menangkap sasmita kematian tersebut yang biasanya diiringi dengan peristiwa besar tujuh malam sebelumnya misalnya gempa bumi, wabah penyakit, gunung meletus, atau peristiwa-peristiwa alam yang berdampak besar pada kehidupan dan dijadikan sebagai pertanda besar yang nyata.

    Penyebutan tujuh malam sebenarnya dapat diartikan secara harfiah sebagai ukuran waktu tujuh malam atau delapan hari, tapi juga dapat dimaknai sebagai ukuran yang tidak terhitung.

    Tradisi Arab umumnya menyebutkan bilangan tujuh untuk sesuatu yang banyak atau sesuatu yang tak terukur dengan pasti seperti halnya usia manusia yang tidak tahu di usia kapan ia akan meninggal.

    Sifat dualitas pemahaman tentang bilangan tujuh sebagai sesuatu yang terbatas atau terukur dan sesuatu yang tidak pasti ditegaskan menjadi suatu kepastian kalau yang dimaksud adalah ukuran sehari semalam.

    Atau tujuh malam delapan hari yang dituliskan sebagai 78 ayat dalam Surat Ar Rahmaan sebagai ukuran maksimum dari Rahmat Allah dengan frekuensi peringatan atas rahmat tersebut disebutkan sesuai dengan ukuran sebulan yaitu 31 kali sesuai dengan penyebutan ayat “Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kalian dustakan

    Baris kedua melanjutkan empat huruf yang disebutkan pada baris pertama, yang terus bersambung pada baris ke 2 dan ke-3 sehingga QS 55:26-27 terbaca secara penuh. Penyambungan dan pemenggalan demikian adalah simbolisasi dari “rajutan” atau semacam “anyaman” atau “ratqaan” yang mengaitkan rahmat Allah dan ampunanNya dengan segala perbuatan manusia secara umum.

    Secara khusus, hal ini dimaksudkan sebagai harapan bagi si almarhum agar rahmat dan ampunan itu juga selalu menyertainya meskipun ia disebut sebagai orang yang lurus. Dalam hal ini, ia digambarkan secara lugas oleh orang-orang dekatnya bahwa semua perbuatan almarhumah selama hidup hendaknya menjadi teladan bagi yang lainnya.

    Harapan demikian sangat penting dan menunjukkan kerendahhatian serta keberserahdirian almarhum kepada Allah SWT sebagai Hakim Tertinggi (Azizul Hakiim). Jadi, secara langsung, seperti halnya Nabi Muhammad SAW yang selalu beristigfar dan Umat Islam selalu bershalawat, maka semua manusia sejatinya tidaklah memutuskan diri dari rahmat Allah meskipun ia akan memasuki alam kematian karena hanya dengan rahmat sajalah murkaNya bisa diatasi baik di dunia maupun di akhirat.

    Bentuk kerendah-hatian dan kefakiran demikianlah yang sebenarnya harus dipahami oleh semua manusia yang beriman karena semua makhluk akan binasa dan akan meninggalkan jejak berupa ilmu yang bermanfaat bagi yang lainnya maupun peninggalan lain yang dapat digunakan untuk meneruskan tradisi kearifan.

    Karena itu, pada baris ketiga juga dituliskan tentang siapa dia yang berharap dengan berendah hati dan fakir di hadapan Kekuasaan Allah tersebut yaitu: “(Inilah) makam perempuan yang tak berdoa, ”.

    Penegasan pada akhir baris ke-3 ini menunjukkan jika syair atau pesan yang ditulis di nisan Leran tidak dibuat atas pesanan yang meninggal. Tetapi dituliskan oleh seseorang yang dekat dengan almarhumah, mungkin suaminya, saudaranya, anak-anaknya, atau bisa juga teman-teman sejawatnya sebagai penghargaan pada jasa dan peran dirinya di masyarakat sebagi bukti keparipurnaan akhlaknya sebagai pengikut Nabi Muhammad SAW yang jarang ditemui pada manusia lainnya, terutama karena sosok almarhumah adalah seorang wanita yang shaleh.

    Terpotongnya baris ke-2 pada kata “Kebesaran” dan diteruskan dengan “Kemuliaan” nampaknya bukan karena sempitnya ruang penulisan di nisan. Tetapi berhubungan dengan kaidah simbolik dari dua sifat Allah yang sebenarnya melekat pada semua bentuk kehidupan yang dinyatakan oleh almarhumah semasa hidupnya yaitu “Jalal” dan “Ikraam”, “Maha Pemilik Segala Kebesaran” dan “Maha Pemilik Segala Kemuliaan”.

    Dua sifat ini memang secara umum diketahui oleh kalangan esoteris, akan tetapi jarang dinisbahkan kepada seseorang apalagi kalau misalkan orang yang meninggal mencatut kedua sifat itu karena keinginannya sendiri.

    Hanya orang yang sombong dan bodoh saja kalau dua sifat ini dinisbahkan pada seseorang atas keinginannya sendiri dan hal ini hanya menunjukan kerendahan kualitas ruhani maupun intelijensinya.

    Karena itu sifat “Jalal” dan “Ikram” yang dituliskan sejatinya sifat-sifat yang diberikan oleh penulis nisan sendiri yang nampaknya mengetahui kondisi dan peringkat ruhani dari almarhumah.

    Jadi, dalam hal ini pelekatan sifat pada almarhumah dengan menggunakan kedua sifat tersebut adalah gelar atau penghargaan yang diberikan kepadanya oleh orang lain yang mengagumi dan mengakui kesolehannya, baik kesolehan sosial yang nyata maupun kesolehan yang ia sembunyikan dan yang tahu hanyalah dia dan Penciptanya saja.

    Dalam tradisi esoteris, Jamal adalah asma Allah sebagai manifestasi Pencipta dengan Kekuasaan yang nyata dalam maujud terbaiknya yaitu “manusia” sebagai pengemban amanat pengetahuan keesaan yaitu tauhid yang menjadikan manusia mulia dibandingkan makhluk lainnya. Bahkan posisi manusia dalam kemuliaan yang tertinggi lebih mulia daripada malaikat karena manusia adalah Khalifah Allah di bumi.

    Siapa Fatimah binti Maimun bin Hibatu’llah?

    Dongeng ini masih akan berlanjut.

    SELAMAT SAHUR DAN BERPUASA HARI KE-4.

    Ya Allah! Berikanlah kekuatan kepada kami, untuk melaksanakan perintah-perintahMu, dan berilah kami kemampuan bendzikir mengingatMu. Ajarilah kami untuk selalu bersyukur kepadaMu,
    dengan segala KemuliaanMu. Dan jagalah kami dengan penjagaanMu dan perlindunganMu, Wahai Dzat Yang Maha Melihat
    .

    ånå candhaké

    Nuwun

    cantrik Bayuaji

    • Kutipan inskripsi Prasasti Batu Nisan Leran, pada dongeng di atas tertulis:

      [3]. dan Sang Maha Pemilik Segala Kemuliaan. (Ikraam). (Inilah) makam perempuan yang tak berdoa,

      seharusnya

      [3]. dan Sang Maha Pemilik Segala Kemuliaan. (Ikraam). (Inilah) makam perempuan yang tak berdosa,

      Demikian perbaikan tulisan. Mohon maaf.

  3. selamat pagi.
    sudah siap ???
    selamat menjalankan ibadah puasa.

  4. He he …
    kakak-adik sudah muncul di dini hari ini.
    Selamat pagi Ki Bayu dan Ki Banu.

    • sedulur kembar liyo bopo liyo biyung

  5. he…he…he… selamat pagi, sanak kadang sekalian…

    baru sempet komen, blm bisa ngunduh…

  6. matur nuwun

  7. Assalamu’alaikum, selamat siang semuanya
    kayaknya sambil nunggu berbuka puasa
    kita ngeteh manis dulu… (hehehe malah batal..)

  8. ndak terasa dah mau tamat aja….

  9. Nuwun

    On 13 Agustus 2010 at 10:39 Tatik said:
    …… tesis/disertasi tentang tafsir ulang tragedi kerajaan Singasari……

    Mohon maaf, “buku” tafsir ulang kerajaan Singosari, yang saya tulis, masih berserakan di beberapa tempat ada di laptopnya si bungsu, di laptopnya Sang Permaisuri campur-campur sama resep “jajan pasar”nya, dan juga karena saya paling malas untuk mengumpulkan.

    Biasanya yang ngumpulken, mengedit, mengkritik,yang berkomentar, menyusun lagi, tulis lagi itu Sang Ardanareswariku, tapi ya itu…… Sang Garwa lagi seneng-senengnya gojegan sama putu, “tugas” kompilasi and edit terlupakan sehingga perlu waktu lama untuk menyusun kembali.
    Jadi nyuwun pangapunten, sekali lagi mohon maaf.

    Nuwun

    cantrik Bayuaji

  10. kulo nuwun

    • kulo pak satpam

      • Nyuwun pirso Pak Satpam, poro cantrik kok sami ngendiko matur nuwun, menopo leres PBM-29 sampun dipun wedhar? Menawi sampun dipun canthelaken wonten pundi? Kulo padosi kok mboten kepanggih.

        • Taksih digembol Pak Satpam ….
          Monggo diplinteng kemawon supados gogrok …

          • Wah…. jebul kulo kapusan njih. Tiwas mumet le nggoleki. he..he..

      • Kulo sinten?

        • sing enggandol rontal
          monggo di ogrok-ogrok,
          asnamipun lengkap Ki Rangga Widura

        • kirangan

        • bengi iki ki Rangga ra ngapusi,

          wedi diplinteng kadang Pdls…he3

          RONTAL dicantolno sak-pethuk-e
          centelan….!!

          • suwe ora ngapusi
            ngapusi nggawe plesetan
            suwe ora mRIngISi
            mringisi nggawe cantholan

            gundhul pacul = gundhul mringis

  11. matur nuwun….!! 🙂

  12. PROTES…………!!!!!!

    Dengen ini sahaja mengadjoeken protes kepada Ki Adjar pak Satpam, bachwasanja sahaja absent selama doewa hari sehingga nistjaja sahaja beloem sempat mengoendoeh rontal 28, akan tetapi sewaktoe sahaja masoek gandhok 29, eh…..mak djegagig….. rontal 29 soedah diwedhar !!!!
    Muhun bertanja kepada jang berwadjib, apakah hal ini tidak menjalahi atoeran jang ada….????

    Dikarenaken adanja masalah itoe, sahaja merasa diroegiken karena terpaksa haroes membatja doewa rontal pada malam minggoe ini……!

    Lha njur piye jal…..?
    Ya wis, matur nuwun lan sugeng nDalu.

    • He he …

      • Matur nuwun, sampun mboten kapusan malih.

    • soerat protes ditoejoekan ke KOMNAS HAM
      Doea hari zoender nyambang padepokan termasoek pelanggaran………..

      • jang barang siapa tidak mengadjoekan protes kepada KOMNAS HAM atas terdjadinja pelanggaran dalam tempoh sesingkat-singkatnja maka akan dkenaken fatsal 30 juncto PBM.

        • dan barang siapa jang tidak segera tidoer, dan karananja besoek bangoen kesiangan dan tidak sempat makan sahoer, maka kepadanja tidak boleh protes kepada pak satpam serta tidak diperkenankan masoek gandhok PBM-30.

          he he ….

  13. Kadingaren
    malem minggu biasane sepi, saiki kok rame.
    cuma, agak sedikit bingung.
    radar LA kelip kelip, tetapi di atasnya bersamaan kelip-kelip juga Mountain View.
    Apa Pakde Ki Wid punya ajian Kakang Kawah Adi Ari-ari ya.

  14. ikut nembang nggih ki, …

    gundhul ngglimpang
    segane dadi sakgundhul

    matur nuwun diparengake melu nembang.

  15. ‘nganu’ ki p.satpam, bar tadarusan tanggung nunggu sahur disambi karambol neng pos ronda

  16. selamat malam, sanak kadang semua…

    selamat beraktifitas…

    terima kasih kami tujukan kepada ki arema, ki ismoyo, ki pak satpam dan para bebahu padepokan sekalian, atas pemberian kitabnya, sehingga dari padanya saya dapat mengetahui kelanjutan cerita sebelumnya, yang mana seperti telah diduga sebelumnya, bahwa akuwu suwelatama akan memenangkan peperangan dengan dukungan mahisa bungalan, namun kemudian yang telah memberikan contoh yang tidak baik bagi generasi sekarang, dimana terjadi peperangan antar kampung atau antar kampus, meskipun awalnya hanyalah masalah sepele, yaitu perebutan ayam kampung atau ayam kampung.

    demikian kami sampaikan, atas perhatian serta kerjasamanya, kami haturkan terima kasih.

    tertanda,

  17. rontal sampun digayem bareng kolak ubi
    maknyusssssss
    merayap mendekati gardu jaga
    siap-siap masuk gandhok anyer, takut keduluan Ki Rangga Widura (Ki wahid)

  18. sekali lagi kami menghaturkan terima kasih kepada ki arema, ki ismoyo, ki pak satpam, dan para bebahu padepokan yang telah memungkinkan kami untuk dapat membaca lanjutan dari jilid sebelumnya, yang mana kejadian dalam cerita tersebut telah menjadi contoh bagi generasi sekarang, di mana terjadi peperangan antar kampung ataupun antar kampus, yang sering kali disebabkan oleh masalah sepele, seperti pencurian ayam kampung ataupun ayam kampung.

    tidak lupa, kami menyampaikan salam kami kepada para sanak kadang cantrik dan mentri sekalian.

    demikian kami sampaikan, atas perhatian serta kerjasamanya, kami haturkan terima kasih.

    tertanda,

    • Hal-hal jang mengenai pemindahan kekoeasaan d.l.l., diselenggarakan

      dengan tjara seksama dan dalam tempo jang sesingkat-singkatnja.

      Djakarta, hari 17 boelan 8 tahoen 05

      Atas nama bangsa Indonesia.

      Soekarno/Hatta

      • kalau sekarang, dengan cara seadanya dan dalam tempoh yang dapat dinegosiasikan.

        Jakarta, hari (menunggu transaksi) bulan (menunggu konfirmasi) tahun (menunggu pencairan)

        Atas nama (kambing hitam)

        (korban)

  19. Sugeng enjang…..

    Weee… ladalah. Tumben tho yaaa, kok baru 40 komen. Pada liburan yah? matur nuwun P. Satpam, saur-ipun sampun dipun pendet.

  20. Matur nuwun Ki Arema , Ki Satpam sampun ngunduh PBM29.

  21. […] Pelangi di Langit Singosari, Gresik […]


Tinggalkan Balasan ke banuaji Batalkan balasan