PKPM-18

<< kembali | lanjut >>

PKPM-18

Laman: 1 2 3 4

Telah Terbit on 30 November 2015 at 09:35  Comments (337)  

The URI to TrackBack this entry is: https://pelangisingosari.wordpress.com/pkpm-18/trackback/

RSS feed for comments on this post.

337 KomentarTinggalkan komentar

  1. Sementara malam itu di Padang Sembian tempat perkemahan para prajurit Bali terlihat begitu riuh dalam suasana pesta pora yang meriah.

    Nampaknya malam itu mereka tengah merayakan kemenangan pertempuran dua hari yang lalu dimana dengan gemilangnya dapat memukul mundur pasukan Majapahit.

    “Besok kita akan menyerang pasukan Majapahit kembali”, berkata Ki Tambyak kepada para prajurit perwiranya.

    “Besok ?”, berkata salah seorang prajurit perwira yang merasa terkejut dengen keputusan Ki Tambyak itu.

    “Mereka tidak akan menyangka secepat itu kita akan melakukan penyerangan kembali, disaat mereka tengah beristirahat menjelang pagi”, berkata kembali Ki Tambyak menuturkan kapan mereka akan melakukan penyerangan dadakan itu.

    Terlihat beberapa prajurit perwira itu dapat menangkap kecerdikan panglima perang mereka itu, Maka satu persatu terlihat berpamit diri untuk memberitahukan kepada bawahan mereka rencana penyerangan itu.

    Demikianlah, manakala hari masih gelap terlihat iring-iringan prajurit Bali telah keluar dari perkemahan mereka. Terlihat pasukan berkuda berada di barisan terdepan, diikuti oleh pasukan yang berjalan kaki. Obor-obor yang menyala memanjang di malam gelap itu laksana seekor ular api yang besar meliuk-liuk merayap diantara kerimbunan pepohonan.

    Itulah barisan prajurt segelar sepapan yang dipimpin oleh Ki Tambyak sebagai panglima perangnya tengah menuju kea rah Jimbaran.

    Ternyata Ki Tambyak sangat mengenal daerah medan mereka, sesuai dengan rencananya yang sangat matang itu, menjelang awal pagi pasukannya telah berada dekat dengan perkemahan para prajurit Majapahit.

    Gegerlah para petugas delik sandi yang telah melihat barisan pasukan lawan yang tengah menuju arah perkemahan mereka.

    Gemparlah suasana di perkemahan prajurit Majapahit yang tidak menduga pasukan lawan datang menyergap mereka langsung di saat rasa kantuk masih terasa berat menghimpit.

    Cerdik sekali Ki tambyak mengakali siasatnya, di pagi yang masih sangat gelap itu setiap prajuritnya membawa dua buah obor yang menyala telah membuat pasukannya terlihat menjadi dua kali lipat dari jumlah yang sebenarnya.

    Kejutan yang mendadak itulah yang diinginkan oleh Ki Tambyak sebagai awal sebuah kemenangan. Pasukan dengan obor ditangan itu terlihat telah merangsek masuk memporak porandakan prajurit Majapahit di perkemahannya sendiri.

    Dan perang grumuhpun seketika berlangsung dengan begitu menggemparkan, sangat mencekam hati.

    • Alhamdulillah,
      siang hari sudah ada rontal yang mencolot dari Situ Cipondoh.
      Kamsiaaaaaaaa…..!!!

  2. Lanjut Ki, nanggung.

  3. Gembira hati Ki Tambyak melihat beberapa prajurit Majapahit lari menyelamatkan diri seperti seekor anjing liar yang pergi bersembunyi melihat kegarangan pihak lawan yang jauh lebih kuat.

    Namun kegembiraan hati panglima perang kerajaan Bali itu tiba-tiba redam berganti dengan rasa kebingungan yang mencekam.
    Bagaimana tidak membuat hati Panglima perkasa itu begitu mencekam manakala mata kepalanya sendiri melihat hujan api datang dari berbagai penjuru arah mata angin.

    Tiba-tiba saja pasukan kerajaan Bali itu telah terkepung kobaran api. Ribuan panah berapi telah menembus tubuh para prajurit Bali dan membakar perkemahan, ranting dan pepohonan disekitarnya. Dan dalam hitungan waktu yang begitu singkat, setengah dari pasukan Bali itu terlihat sudah tidak berdaya, ada yang terluka bahkan ada yang tewas seketika.

    Ternyata pasukan Bali telah terjebak oleh kelicikannya sendiri, gerakan mereka telah diketahui oleh pasukan Kresna Kepakisan yang diam-diam terus mengamati.

    “kamu harus sudah sampai di Jimbaran menyampaikan berita ini sebelum pasukan Bali datang”, berkata Kresna Kepakisan kepada beberapa orang prajuritnya yang ditugaskan menyampaikan berita penyerangan pasukan Bali ke Jimbaran.

    Mananakala berita penyerangan itu sampai di Jimbaran, seketika itu juga sang senapati tertinggi di Jimbaran yang bernama Arya Kenceng langsung membuat sebuah siasat perang dengan cara menyisakan sepertiga prajurit Majapahit untuk tetap berada di perkemahan mereka, sementara sisanya menunggu siap meluncurkan panah berapi dari tempat-tempat tersembunyi.

    Ki Tambyak salah mengerti telah mengira prajurit Majapahit lari layaknya para pengecut yang ketakutan, ternyata para prajurit Majapahit itu memang sengaja berlari menyelamatkan diri mereka dari kobaran hujan api kawan-kawan mereka sendiri.

    “Gila !!!”, berkata Ki Tambyak penuh umpatan mengetahui pasukannya telah terjebak dan banyak yang binasa dan terluka.

    Baru saja Ki Tambyak mengumpat, terdengar sebuah suara gemuruh di pagi buta itu. Ternyata suara gemuruh itu berasal dari ribuan suara prajurit Majapahit yang merangsek mengepung prajurit Bali dari berbagai penjuru.

    Setengah sisa prajurit Bali terlihat bertahan dengan sekuat tenaga, namun jumlah pihak lawan yang jauh lebih banyak telah membuat mereka seperti kayu kering yang telah termakan api. Sedikit demi sedikit prajurit Bali berguguran, satu persatu terkepung menyerah tidak berdaya.

    Melihat keadaan prajuritnya yang telah terkoyak tercabik-cabik telah membuat Ki Tambyak mengamuk layaknya seekor banteng terluka, siapapun yang berada didekatnya akan terlempar binasa diujung tombak pendeknyang berdesing kesana kemari merobek luka.

    Trang……!!!

  4. Mantaabs…maturnuwun ki Dalang Sandikala , maju terus..pantang berhenti..hehehe ngarep

    • Trang tombak itu membentur cakra Ktesna Kepakisan……suwun Ki Dalang.

  5. Ternyata kali ini tombak pendek Ki Tambyak membentur sebuah senjata bulat bergerigi delapan, sebuah senjata cakra dari bahan logam yang amat keras dan kuat.

    “Sungguh senjatamu telah begitu banyak memakan darah, wahai Ki Tambyak”, berkata seorang lelaki sambil langsung turun dari atas kudanya.

    “Sebut namamu bila kamu merasa patut menjadi lawan tandingku”, berkata Ki Tambyak kepada lelaki itu.

    “namaku Kresna Kepakisan, aku hanya seorang guru suci di sebuah Padepokan kecil di lereng bukit Ngrangkah Pawon”, berkata lelaki itu yang ternyata adalah Kresna Kepakisan.

    “Guru suci sebuah Padepokan, bersiaplah untuk mati ditanganku”, berkata Ki Tambyak penuh tawa dan kesombongan hati.

    “Aku siap menjadi lawan tandingmu, namun tidak siap untuk mati ditanganmu”, berkata Kresna Kepakisan penuh rasa percaya diri yang amat tinggi.

    “matilah kamu !!”, berkata Ki Tambyaj sambil menerjang lurus kearah Kresna Kepakisan.

    Sungguh sebuah serangan yang amat cepat laksana sebuah anak panah yang meluncur lepas dari busurnya.

    Tapi Kresna Kepakisan bukan anak kemarin sore yang baru belajar kanuragan, dengan cepat telah bergeser kekiri sambil mengayunkan senjata cakranya kearah pinggang Ki Tambyak.

    Terkejut Ki Tambyak mendapatkan serangan balasan yang begitu cepat dan mematikan itu, terlihat dirinya langsung melompat tinggi sambil menghunus tombak pendeknya tertuju kearah leher Kresna Kepakisan.

    Semua orang yang sempat menyaksikan jalannya pertempuran itu menjadi begitu terpesona dengan gerakan Ki Tambyak yang sangat indah itu seakan melihat gerakan seekor elang tengah menukik menerjang mangsanya.

    Tapi kembali Kresna Kepakisan menunjukkan ketrampilannya yang sungguh sangat menggetarkan hati siapapun yang menyaksikannya, terlihat lelaki bertubuh tinggi kekar itu merunduk sedikit membiarkan tombak pendek Ki Tambyak lewat hanya sekitar dua jari dari kepalanya, dan tiba-tiba saja tubuh Kresna Kepakisan melompat tinggi sambil menerjang tubuh Ki Tambyak dengan senjata cakranya.

    Sungguh sebuah serangan balasan yang sangat mengejutkan dan jauh dari perhitungan siapapun ahli kanuragan.

    “Gila !!”, mengumpat keras Ki Tambyak sambil melemparkan dirinya menghindarinya serangan balasan Kresna Kepakisan yang sungguh sangat diluar perhitungannya itu.

    Terlihat Ki Tambyak berguling ditanah dan langsung berdiri kembali dengan cepatnya.

    • sholat magrib dulu ach……….

  6. Ternyata Kresna Kepakisan tidak mencuri kesempatan menyerang Ki Tambyak disaat belum berdiri sempurna, terlihat lelaki yang biasa dipanggil tuan guru di padepokannya itu hanya berdiri menunggu Ki Tambyak berdiri dengan sempurna.

    “Ternyata kamu memang pantas menjadi lawan tandingku”, berkata Ki Tambyak dengan sorot mata tajam memandang lawan tandingnya itu yang usianya jauh lebih muda darinya.

    Terlihat Kresna Kepakisan tidak berkata apapun, hanya sedikit tersenyum melihat kegusaran hati orang tua itu.

    Maka tidak lama kemudia pertempuran keduanya kembali berlangsung tentunya menjadi semakin seru dan mendebarkan hati, karena keduanya terlihat telah meningkatkan tataran kemampuan masing-masing jauh lebih tinggi dari sebelumnya. Terlihat gerak langkah keduanya semakin kokoh penuh kekuatan. Tubuh Ki Tambyak bergerak seperti seekor elang perkasa melayang-layang mengejar mangsanya,

    sementara itu Kresna Kepakisan bergerak seperti seekor singa jantan yang cepat dan kuat penuh ancaman. Benar-benar seperti dua raksasa kanuragan yang tengah bertempur dengan amat sangat menggetarkan hati.

    Sementara itu pertempuran antara prajurit Bali dan Prajurit Majapahit terlihat sudah hampir mereda, hanya beberapa orang prajurit Bali terlihat masih tetap bertahan meski dikepung oleh prajurit Majapahit dengan jumlah berlipat-lipat. Ternyata prajurit Bali masih berada di bawah kemampuan prajurit Majapahit yang sudah punya banyak pengalaman bertempur itu, disamping jumlah mereka yang lebih banyak telah membuat prajurit Bali tidak berdaya, tewas terbunuh atau terluka menjadi tawanan perang.

    Hingga akhirnya pertempuran dua anak manusia yang sebenarnya sedarah itu terlihat semakin surut, para prajurit Bali yang masih bertahan itu terlihat tidak mampu lagi menghadapi lawan-lawan mereka.

    Beberapa orang prajurit Bali dengan tubuh lemas menyerah melepaskan senjatanya, sementara beberapa prajurit Bali lainnya mundur dan berlari menyelamatkan diri sendiri.

    Dan pertempuran akhirnya memang terlihat sudah reda, menyisakan ribuan mayat bergelimpangan dan bau anyir darah yang tercecer membasahi tanah. Suara orang merintih terluka terdengar begitu menyayat hati. Beberapa orang prajurit Majapahit menatap sayu padang pembantaian itu, sementara beberapa orang prajurit Majapahit mengalihkan pandangannya kesebuah pertempuran dua orang yang nampaknya tidak lagi menghiraukan suasana medan pertempuran yang sudah usai itu, kedua orang itu adalah Ki Tambyak dan Kresna Kepakisan.

    “biarkan mereka bertempur secara adil, kita adalah orang-orang terhormat”, berkata Arya Kenceng memerintahkan prajuritnya untuk tidak turun tangan membantu Kresna Kepakisan.

    Mendengar perintah pemimpin tertinggi mereka, tidak seorangpun yang membantahnya, terlihat mereka telah berdiri membuat sebuah lingkaran besar laksana sebuah panggung palagan menyaksikan dua orang raksasa kanuragan bertempur hidup dan mati.

    Berkali-kali terdengar suara denting senjata keduanya yang beradu dengan amat kuat dan kerasnya.

    • Wah… Banjir dimana mana menyebabkan rontal berloncatan dari Situ Cipondoh.
      Kamsiaaaaaaaa……….!!!

    • Manthebbbbb wedaran hari ini. Semoga Ki Dalang dan keluarga besar dapat limpahan kesehatan dan rizqi ang barokah. Aamiiiin.

  7. Tombak pendek Ki Tambyak kadang berdesis bergerak begitu cepatnya, sementara senjata cakra di tangan Kresna Kepakisan kadang berdengung manakala diputar dengan amat cepatnya.

    Keduanya terus meningkatkan tataran kemampuan masing-masing seakan berpacu untuk secepatnya menyelesaikan pertempuran itu. Namun ternyata keduanya masih juga berimbang dan sangat sukar sekali ditentukan siap yang lebih unggul diantara keduanya.

    Peluh terlihat membasahi seluruh tubuh keduanya yang terus bergerak saling terjang, saling menunggu setiap kesempatan yang mungkin bisa tercuri.

    Hingga akhirnya kesempatan itu dapat dilihat lebih dini oleh Kresna Kepakisan yang sangat sabar menunggu kesempatan itu muncul.

    Begitu cerdiknya Kresna Kepakisan memanfaatkan kesempatan yang amat langka itu, yaitu manakala denting suara senjata mereka beradu, maka terlihat pijar cahaya menyilaukan mata akibat benturan dua tenaga raksasa yang amat kuat dan keras. Disaat itulah Kresna Kepakisan tanpa melihat dengan matanya langsung melemparkan senjata cakranya dengan amat kuatnya kearah dada lawan.

    Sungguh Ki Tambyak tidak akan pernah menyangka disaat keduanya tersilau dengan percikan cahaya dua senjatanya itu, lawannya telah melakukan sebuah gerakan yang sungguh amat tepat dan penuh perhitungan yang amat tinggi.

    Maka tidak ayal lagi, senjata cakra yang bergerigi amat tajam itu telah menggempur dada Ki Tambyak dengan amat kerasnya dan langsung telah merobek kulit dagingnya yang terkoyak lebar memuncratkan darah segar.

    Seketika Ki Tambyak merasakan dadanya sesak. Lelaki tua panglima perang yang perkasa itu terlihat terhuyung lemas dan roboh jatuh ke tanah.

    Gemuruh suara prajurit Majapahit yang penuh kegembiraan hati melihat orang di pihak mereka telah menyelesaikan pertempuran dengan sangat tak terduga-duga.

    Terlihat Kresna Kepakisan yang masih berdiri tegak memandang tubuh Ki Tambyak yang sudah hilang nafasnya, melayang jiwanya sirna meninggalkan raga yang terkoyak di dada.

    “Satukan mayat panglima perkasa itu bersama seluruh mayat para prajuritnya, mereka adalah para pahlawan rakyat Bali yang mencintai buminya dengan segenap jiwa dan raganya”, berkata Arya Kenceng memerintahkan salah seorang prajuritnya untuk membawa tubuh Ki tambyak yang sudah tidak bernyawa itu.

    “Terima kasih, kamu telah menyelamatkan kami dari serangan pasukan Ki Tambyak”, berkata Arya Kenceng kepada Kresna Kepakisan.

    “Gusti Yang Maha Agung telah melindungi jiwaku, juga jiwa kita semua”, berkata Kresna Kepakisan sambil menarik nafas dalam-dalam dan menghempaskannya kembali seakan ingin melepaskan kepenatannya sendiri, juga debar hati menemui lawan yang setanding sangat tangguh dalam hidupnya.

    • kamsiaaaaaaaaa,,,,,,,,,,,,,,

      • Banjir banjir rontal dari ki dhalang, 3 hari tidak sambang padepokan ternyata sudah dibanjiri rontal, kamsia ki Sandikala

      • Pak Dhalang memang OYE
        Belum hiang capeknya, sudah harus nyapu rontal di padepokan, hadu…….

        • Matur suwun Ki Dalang.

      • Matur nuwun ki Sandikala..

        he he he …, kecegat Satpam di regol padepokan
        nulis identitasnya keliru Ki Gultom.

  8. Semilir angin pantai Jimbaran berhembus sejuk di siang itu seakan mengantar dua ratus pasukan berkuda yang terlihat meninggalkan perkemahan prajurit Majapahit. Mereka adalah para pasukan berkuda yang dipimpin oleh Kresna Kepakisan yang akan kembali ke hutan bersembunyian mereka di sebelah timur Kotaraja Bali.

    Sementara itu disebuah tempat yang terlindung tidak jauh dari perkemahan para prajurit Majapahit, terlihat tiga pasang mata yang sejak pagi telah berada di tempat itu menyaksikan seluruh peristiwa pertempuran yang terjadi dari awal.

    Ternyata ketiha orang itu bukan para pengembara biasa, melainkan tiga orang yang sepertinya sudah dapat membaca apa dan bagaimana jalannya peperangan yang tengah terjadi antara Kerajaan Bali dan Kerajaan Majapahit itu. Ketiga orang itu adalah Ki Pasunggrigis, Ki Anupati dan Putu Risang. Kedatangan mereka adalah sekedar memastikan kematangan perhitungan mereka.

    “Ki Tambyak terlalu percaya atas kemampuan dirinya sendiri, kurang memperhitungkan bahwa ada orang lain yang punya kemampuan dan kecerdikan lebih matang darinya”, berkata Ki Anupati menyampaikan pandangannya.

    “Aku hanya berharap semoga saja Baginda Raja Bali tidak terpancing amarahnya mendengar kekalahan panglima perang kesayangannya itu sehingga dengan penuh amarah menurunkan seluruh pasukan yang masih ada di Koraja Bali untuk menggempur pasukan Majapahit yang berada disebelah selatan ini”, berkata Ki Pasunggrigis.

    “Ratu Tribuwana Tunggadewi pasti meminta gurunya sendiri yang bernama Patih Gajahmada untuk meredam pemberontakan Raja Bali, namun hingga kini aku tidak pernah mendengar nama itu muncul disebut-sebut baik di pasukan Majapahit yang berada di utara maupun maupun di sebelah selatan ini”, berkata Putu Risang menyebut sebuah nama dan ciri-ciri senjata yang biasa digunakannya itu.

    “Anak muda bersenjata cambuk ?”, berkata Ki Pasunggrigis sambil bercerita tentang seorang anak muda yang telah berhasil mengalahkan Patih Kebo Iwa dalam sebuah palagan adu pati.

    “nampaknya kita bercerita tentang orang yang sama”, berkata Putu Risang merasa yakin anak muda yang diceritakan itu adalah Patih Gajahmada.

    “Anak muda itu kukenal bernama Majalangu bersama kawannya bernama Arya Damar yang akhirnya diketahui sebagai petugas delik sandi Kerajaan Majapahit.

    “Ceritakan kepadaku cirri-ciri khusus dari anak muda yang bernama Arya damar itu”, berkata Putu Risang kepada Ki Pasunggrigis.
    Maka Ki Pasunggrigis bercerita kepada Putu Risang tentang cirri-ciri Arya Damar yang pernah dikenalnya itu.

    “Arya Damar yang Ki Pasunggrigis sebutkan itu kuyakini sebagai Tumenggung Adityawarman yang saat ini menjadi senapati pasukan Majapahit di sebelah utara”, berkata Putu Risang penuh keyakinan.

  9. “Majalangu atau Gajahmada pasti sudah berada di Balidwipa ini, namun kita belum tahu dimana keberadaannya saat ini”, berkata Ki Pasunggrigis.

    “Bila kita dapat mengikuti kemana dua ratus pasukan berkuda itu, mungkin kita dapat mengetahui dimana pasukan lain yang bukan berada di selatan dan juga tidak berada di utara”, berkata Ki Anupati menyampaikan pikirannya.

    “kamu benar, dari arah yang mereka ambil sudah dapat dipastikan mereka tidak begitu jauh dari Kotaraja Bali”, berkata Ki Pasunggrigis membenarkan pikiran adiknya itu.

    “Bukankah kita bertiga adalah orang-orang yang tidak punya banyak pekerjaan ?”, berkata Ki Anupati sambil tersenyum seperti dapat membaca apa yang ada dalam pikiran Ki Pasunggrigis dan Putu Risang saat itu.

    Maka tidak lama kemudia terlihat ketiganya sudah berjalan kearah dimana dua ratus pasukan berkuda pergi.

    Tidak sulit bagi ketiga orang itu yang telah memiliki ilmu sangat tinggi juga pengalaman yang cukup untuk mengikuti jejak-jejak langkah kaki kuda.

    Dan kita ketahui begitu dekatnya hubungan bathin antara Putu Risang dan Patih Gajahmada. Sudah dapat dipastikan apa yang ada dalam pikiran Putu Risang selain sebuah kerinduan yang begitu dalam terhadap anak muda yang sejak kecil tumbuh dalam bimbingannya itu.

    Terlihat ketiganya masih terus berjalan mengikuti arah langkah kaki kuda yang memang masih belum begitu lama dan masih terlihat jelas jejaknya.

    Namun ketiganya sama sekali tidak mengira bahwa ternyata ada orang lain yang melakukan yang sama sebagaimana mereka. Dan orang itu telah mendahului berada jauh didepan mereka.
    Siapa gerangan orang itu yang juga tengah mengikuti arah perginya dua ratus pasukan berkuda itu ?
    Melihat dari usianya seumuran dengan Ki Pasunggrigis dimana rambut

    serta janggutnya terlihat sudah berwarna putih seluruhnya. Meski sudah terlihat tua, ternyata jangkah orang itu masih terlihat sangat gagah. Terlihat sebuah tombak pendek terselip di pinggangnya, sangat mirip sekali dengan senjata yang dimiliki oleh Ki Tambayak ketika bertempur menghadapi Kresna Kepakisan.

    Hingga manakala hari terlihat belum mendekati saat senja, orang itu telah sampai di tempat perhentian dua ratus pasukan berkuda, yaitu di sebuah hutan yang sunyi yang berada di sebelah timur Kotaraja Bali.

    Meski hari belum jatuh senja, suasana di dalam hutan itu terlihat sudah menjadi begitu gelap, cahaya matahari nampaknya tidak pernah mampu menembus kerapatan pepohonan yang sangat lebat.

    Terlihat orang tua itu berendap-endap di balik semak-semak yang rimbun.

    “Ternyata mereka adalah pasukan Majapahit yang tengah bersembunyi”, berkata orang itu dalam hati.

    • siapa gerangan orang tua itu ???

      Mari kita bertanya kepada Putu Risang, ketua padepokan Pamecutan yang sudah tinggal nama itu, hehehe

      • Mari….
        He he he…
        Kamsiaaaaaaaa…..!!!

      • Aku tahu Ki, saudara seperguruan Ki Tambyak.

        • Mungkin gurunya ki tambyak

  10. Namun manakala orang tua itu masih mengendap-endap bersembunyi, dirinya tidak mengetahui bahwa puluhan pasang mata tengah memperhatikannya.

    Ternyata di hutan itu telah di pasang beberapa prajurit Majapahit yang bersembunyi menjaga jangan sampai ada orang luar yang dapat melihat persembunyian mereka.

    “Orang tua, apa gerangan yang kamu inginkan di hutan ini”, terdengar suara yang tegas penuh wibawa telah membuat orang tua itu terkejut.
    Manakala orang tua itu berdiri dan menoleh kebelakang, dilihatnya puluhan orang telah berdiri mengepungnya.

    “Sebut siapa namamu dan apa maksudmu menyelinap mengamati kami”, berkata kembali pemilik suara yang sama, namun terdengar lebih tegas lagi dari sebelumnya yang ternyata berasal dari seorang lelaki muda yang tidak lain adalah Patih Gajahmada.

    “Jangan dikira aku akan gemetar melihat jumlah kalian yang banyak, dengar baik-baik agar kalian tidak lari seperti seekor anjing ketakutan. Orang biasa menyebutku sebagai ki Tunjung Tutur. Aku datang kemari hanya untuk menuntut balas salah seorang dari kalian yang telah membunuh adik kandungku Ki Tambyak”, berkata orang tua itu menyebut namanya penuh kebanggaan hati berharap semua orang disitu merasa jerih mendengar namanya itu.

    Namun nampaknya orang tua yang menyebut dirinya bernama Ki Tunjung Tutur itu lupa bahwa di hadapannya itu kebanyakan adalah orang Majapahit yang belum pernah mengenal namanya itu.

    “Ki Tunjung Tutur, bila kedatanganmu disini untuk menuntut balas atas kematian adik kandungmu, maka kamu harus berhadapan denganku, karena apapun yang dilakukan oleh orangku telah menjadi tanggung jawabku”, berkata Patih Gajahmada kepada orang tua itu.

    “Ternyata kamu pimpinan di hutan ini, baiklah satu nyawa harus dibalas dengan satu nyawa”, berkata Ki Tunjung Tutur penuh tantangan di hadapan Patih Gajahmada.

    “Kupenuhi tantanganmu untuk bela pati atas kematian adikmu itu”, berkata Patih Gajahmada telah siap menghadapi tantangan Ki Tunjung Tutur.

    Terlihat beberapa orang telah mengambil jarak memberi kesempatan kedua orang yang akan bertempur mengadu ilmunya itu, Ki Tunjung Tutur dan Patih Gajahmada.

    “Keluarkan senjatamu agar tidak menyesal di kemudian”, berkata Ki Tunjung Tutur sambil melepas tombak pendeknya yang terselip di pinggangnya itu.

    “Aku akan mengeluarkan senjataku bila memang pantas diperlukan”, berkata Patih Gajahmada penuh ketenangan dan rasa percaya diri yang tinggi serta tidak mengikuti Ki Tunjung Tutur mempergunakan senjata apapun.

    “Bila kamu mati ditanganku adalah ulah kesombonganmu sendiri”, berkata Ki Tunjung Tutur.

    • zuip…….
      kamsiaaaaa……!!!

      • Info Pak Dhalang, sepertinya empat rontal lagi sudah bisa menutup gandok PKPM-18

      • Menunggu empat rontal lagi-lah…..suwun Dalange

        • Matur suwun ki dhalang, ternyata orang tua itu abangnya ki Tambyak

  11. Maturnuwun ki dhalang….Lanjuuuttt

  12. Sambil berkata demikian, terlihat pandangan Ki Tunjung Tutur langsung menatap tajam kea rah Patih Gajahmada seakan ingin mengukur kekuatan lawannya.

    Namun begitu pandangan mata Ki Tutur Tunjung beradu pandang, terkejut dirinya seperti membentur sebuah kekuatan yang begitu kokoh dan sangat kuat.

    “Di hutan ini sukar menemukan tanah lapang, kuharap tidak banyak batang pohon yang akan menjadi sasaran bidikmu”, berkata patih Gajahmada sambil tersenyum.

    “Kulihat usahamu begitu keras untuk memancing kemarahanku”, berkata Ki Tunjung Tutur sambil berdengus.

    “Ternyata aku berhadapan dengan seseorang yang tidak mudah terpancing kemarahannya”, berkata kembali Patih Gajahmada masih dengan senyum.

    “Anak muda yang sombong, lihat senjataku”, berkata Ki Tunjung Tutur sambil langsung langsung menerjang kearah Patih Gajahmada dengan tombak pendek yang meluncur cepat tertuju langsung ke dada.
    Sungguh diluar perhitungan siapapun para ahli kanuragan, terlihat Patih

    Gajahmada maju selangkah dengan badan dimiringkan sehingga tombak pendek Ki Tunjung Tutur mengenai tempat kosong. Bersamaan dengan itu sebuah kepalan tangan Patih Gajahmada langsung bergerak meluncur keras kea rah dada lawan.

    Terkejut Ki Tunjung Tutur menyaksikan gerakan anak muda yang menjadi lawannya itu, sebuah gerakan yang baru kali ini di temui, sungguh sangat berani dan aneh melepaskan diri dari serangan bahkan langsung membuat serangan di titik kelemahan lawan.

    Terlihat Ki Tunjung Tutur melemparkan dirinya kesamping untuk menghindari diri dari pukulan Patih Gajahmada, namun naas bagi dirinya sebuah pohon kayu besar menghantam tubuhnya.

    Bukk !!

    “Sudah kukatakan, di hutan ini jarang sekali ada tanah lapang”, berkata Patih Gajahmada sambil berdiri tidak mengambil kesempatan menyerang lawan yang terbentur kayu pepohonan.

    “Anak muda yang sombong”, berkata Ki Tunjung Tutur sambil langsung menyerang tubuh Patih Gajahmada dengan cara sabetan tombak pendeknya membentuk setengah lingkaran.
    Sungguh sebuah serangan jarak pendek yang sangat keras dan cepat.

    Namun kembali Patih Gajahmada melakukan sebuah gerakan yang aneh melepaskan diri dari serangan itu bahkan membalas dengan serangan ke titik kelemahan lawan dengan sangat tepat sekali.

    Kembali terlihat Ki Tunjung Tutur harus melemparkan dirinya menghindari kepalan tangan Patih Gajahmada yang meluncur keras tertuju tepat di bawah pusarnya.

  13. Terlihat Ku Tunjung Tutur bergulingan di tanah kotor demi menghindari langkah aneh dari Patih Gajahmada yang selalu menyerang di titik-titik mematikan.

    Sementara itu di sebuah tempat tersembunyi, Putu Risang, Ki Pasunggrigis dan Ki Anupati sudah lama tiba di hutan itu dan sempat menyaksikan jalannya pertempuran.

    “Aku pernah melihat anak muda itu bertempur melawan Ki Kebo Iwa, dialah anak muda yang kuketahui bernama Majalangu”, berkata Ki Pasunggrigis kepada Putu Risang.

    “Dialah anak muda yang bernama Patih Gajahmada”, berkata Putu Risang sambil terus mengamati jalannya pertempuran.

    “Langkah dan gerak anak muda itu benar-benar baru pertama kali ini kulihat”, berkata Ki Anupati dengan mata terbuka penuh kekaguman melihat langkah dan jurus Patih Gajahmada.

    “Sedari kecil akulah yang membimbing anak muda itu, nampaknya ilmu langkah aneh itu diwarisi dari orang lain”, berkata Putu Risang.

    Sementara itu pertempuran terlihat menjadi semakin seru karena keduanya telah meningkatkan tataran ilmunya masing-masing. Namun meski telah meningkatkan tataran kemampuannya, tetap saja Ki Tunjung Tutur masih belum juga dapat berada diatas anak muda itu, bahkan dirinya terlihat seperti anak kemarin sore yang baru belajar kanuragan di hadapan Patih Gajahmada yang nampaknya masih belum ingin segera menjatuhkan diri Ki Tunjung Tutur itu.

    “Anak muda itu masih berada diatas angin”, berkata Ki Pasunggrigis menilai jalannya pertempuran.

    Putu Risang yang sudah mengenal sangat dekat dengan Patih
    Gajahmada terlihat begitu bangga bahwa anak didiknya telah memiliki kemampuan yang sangat luar biasa.

    Hingga akhirnya terlihat Patih Gajahmada sudah mulai bosan bermain-main. Dalam sebuah serangan Ki Tunjung Tutur yang telah mengerahkan seluruh kemapuannya terlihat tombak pendeknya bergerak mengayun setengah lingkaran. Begitu cepat gerakan itu hingga terdengar suara desirannya. Namun ternyata Patih Gajahmada telah bergerak lebih cepat lagi dengan hanya mundur sedikit tombak pendek itu lepas menemui tempat kosong hanya berjarak sekitar satu jari dari perutnya. Dan tiba-tiba saja jemari tangan Patih Gajahmada menjentikkan batang kayu tombak pendek Ki Tunjung Tutur.

    Ternyata Patih Gajahmada diam-diam menyalurkan tenaga saktinya ketika menjentikkan jarinya di tombak Ki Tunjung Tutur, akibatnya memang sangat luar biasa di rasakan oleh Ki Tunjung Tutur.

    Tiba-tiba saja Ki Tunjung Tutur merasakan tangannya tersentak oleh getaran yang amat kuat terasa panas menyengat. Dan tanpa terasa tombak pendeknya itu telah dilepaskan dari genggaman tangannya. Masih dalam keterkejutan, tiba-tiba saja tangan Patih Gajahmada telah bergerak dengan sangat amat cepatnya hingga tak terlihat gerakannya oleh pandangan Ki Tunjung Tutur.

    Plakk !!!

  14. Sebuah tamparan keras dari tangan Patih Gajahmada tepat dan telak di rahang Ki Tunjung Tutur.

    Terlihat orang tua kakak kandung Ki Tambyak itu seperti terlempar melayang timpang dan jatuh rebah tidak berdaya diatas tanah kotor. Ki Tunjung Tutur tenyata telah jatuh pingsan dengan nafas masih terlihat tersengal-sengat.

    “Ikat orang tua itu sebelum terbangun dari pingsannya”, berkata Patih Gajahmada memerintah kepada salah seorang prajurit yang berada didekatnya.

    Terlihat Ki Tunjung Tutur yang masih pingsan itu dengan tangan terikat telah diangkat dan dibawa oleh dua orang prajurit ke sebuah tempat diringi oleh beberapa orang prajurit lainnya.

    Seketika tempat pertempuran itu sudah menjadi sepi kembali, tertinggal hanya Patih Gajahmada dan Kresna Kepakisan berdua.

    “Bila memang orang itu harus aku yang menghadapi, belum tentu aku dapat mengalahkannya”m berkata Kresna Kepakisan kepada Patih Gajahmada.

    “Kakang Kepakisan terlalu merendahkan diri, bulankah adik kandung dari orang itu telah berhasil Kakang Kepakisan kalahkan ?”, berkata Patih Gajahmada kepada Kresna Kepakisan.

    “namun menurut hematku, orang itu setingkat lebih tinggi dari kemampuan yang dimiliki Ki Tambyak”, berkata Kresna Kepakisan kepada Patih Gajahmada.

    “Nampaknya kita masih harus menghadapi tiga orang tamu lagi, apakah kakang Kepakisan telah siap ?”, berkata Patih Gajahmada dengan suara agak lebih dikeraskan.

    Mendengar perkataan Patih Gajahmada, terlihat Ki pasunggrigis, Ki Anupati dan Putu Risang di dalam persembunyian saling berpandangan mata, mereka bertiga merasa sangsi apakah perkataan Patih Gajahmada tertuju kepada mereka bertiga.

    “Siapa gerangan yang tuan Patih Gajahmada maksudkan ?, aku tidak melihat seorangpun disekitar sini”, berkata Kresna Kepakisan sambil menyapu pandangannya mencari tiga orang tamu yang dikatakan oleh Patih Gajahmada.

    Terlihat patih Gajahmada tersenyum memandang kearah Kresna kepakisan yang tidak melihat siapapun disekitarnya.

    “Mudah-mudahan kita berdua dapat melayani dengan baik ketiga tamu kita itu, dua orang sudah tua sementara seorang lainnya masih muda”, berkata Patih Gajahmada kembali dengan suara agak ditinggikan.

    Dan kembali ketiga orang yang bersembunyi saling berpandangan mata, kali ini nampaknya mereka bertiga merasa yakin bahwa perkataan Patih Gajahmada nampaknya memang tertuju kepada mereka bertiga.

    Serentak ketiganya keluar dari persembunyian mereka.

  15. “Tuan Patih Gajahmada, kenapa tidak langsung dibantai saja menjadi empat rontal ?, bertanya Kresna Kepakisan

    “Bila di bantai sekarang, aku perlu kopi hangat itu menyelesaikannya”, berkata Patih Gajahmada sambil terkekeh-kekeh\\

    ????!!!!!!

    • matur nuwun ki Sandikala..saking semangatnya sampe keliru ngetik..kok bisa-bisanya patih gajahmada bertempur dgn ki pasunggrigis..tapi semua mantaaapp..kamsiaaaaa..

      • mana…mana…
        gak ada tuh….

    • Kopi… Mana kopi…
      Hadu…. Ipok e ketne, het wae ya Ki.

  16. Dan tiba-tiba saja jemari tangan Patih Gajahmada menjentikkan batang kayu tombak pendek Ki Pasunggrigis.Ternyata Patih Gajahmada diam-diam menyalurkan tenaga saktinya ketika menjentikkan jarinya di tombak Ki Pasunggrigis, akibatnya memang sangat luar biasa di rasakan oleh Ki Pasunggrigis.Tiba-tiba saja Ki Pasunggrigismerasakan tangannya tersentak oleh getaran yang amat kuat terasa panas menyengat. Dan tanpa terasatombak pendeknya itu telah dilepaskan dari genggaman tangannya….he he kamsiaaa mas satpam dapat tugas..

    • Tidak apa-apa Ki Gultom, tugas Satpam untuk menyapu.

  17. Sabar……..
    menunggu satu rontal lagi

  18. hahaha, kalo enggak di kasih tahu pasti enggak bakal tahu, hehehe
    Bener, saking semangatnya lupa nyebut Ki Tunjung Tutur menjadi Ki Pasunggrigis, di persori aja dech
    Kamsiaaaaaaaaa, hehehe

    • satu rontal… please.. sebelum ngantuk.

    • Siippp ki dalang..mantap..

  19. Patih Gajahmada memang telah mengetahui bahwa ada tiga orang yang tengah bersembunyi, namun keterkejutannya tidak dapat ditutupi manakala satu diantara orang yang bersembunyi itu adalah Putu Risang.

    “kakang Putu Risang”, berkata Patih Gajahmada sambil menubruk lelaki kekar dan gagah itu penuh kerinduan dan keharuan.
    Kresna Kepakisan, Ki Pasunggrigis dan Ki Anupati yang menyaksikan pertemuan itu menjadi ikut terharu.

    “Dalam setiap kesempatan di Balidwipa ini aku selalu mencari keberadaan Kakang, namun Kakang Putu Risang seperti menghilang ditelan bumi”, berkata Patih Gajahmada setelah dapat menguasai perasaan hatinya.

    “Ceritanya sangat panjang, wahai putra angkat Patih Mahesa Amping”, berkata Putu Risang sambil melepas senyumnya.

    Tiba-tiba saja pandangan Patih Gajahmada beralih kearah Ki Pasunggrigis dan Ki Anupati. Tentu saja sebagai seorang yang pernah bertugas sebagai delik sandi di sekitar kerajaan Bali telah mengenal sosok Ki Pasunggrigis.

    “Apakah aku tengah berhadapan dengan Mahapatih Pasunggrigis ?”, berkata Patih Gajahmada dengan pandangan mata sedikit kurang berkenan melihat kehadiran orang kepercayaan Baginda Raja Bali itu berada di hutan persembunyiannya.

    Untung Putu Risang dapat membaca apa yang ada di dalam perasaan dan pikiran Patih Gajahmada.

    “Tidak perlu mengkhawatirkan kehadirannya. Sekarang Ki Pasunggrigis bukan lagi pejabat istana dan aku menjamin bahwa kehadirannya disini tidak akan membocorkan rahasia pasukan Majapahit di hutan ini”, berkata Putu Risang kepada Patih Gajahmada.

    Mendengar perkataan Putu Risang telah membuat Patih Gajahmada merubah sikapnya terhadap Ki pasunggrigis, berubah menjadi penuh keramahan.

    Putu Risang merasa gembira melihat perubahan sikap Patih Gajahmada itu dan langsung memperkenalkan kepada Ki Anupati.

    “Atas kebaikan mereka berdua, aku dan istriku dapat berteduh dan berlindung di Padepokan mereka selama ini”, berkata Putu Risang memperkenalkan kedua sahabat baruya itu.

    Tidak melupakan Kresna Kepakisan yang hanya diam mematung, maka Patih Gajahmada memperkenalkan diri Kresna Kepakisan.

    “Perkenalkan ini sahabatku”, berkata Patih Gajahmada memperkenalkan diri Kresna Kepakisan kepada ketiga tamunya itu.

    Ditemani Kresna kepakisan, terlihat Patih Gajahmada membawa ketiga tamunya itu kegubuknya.

    • kamsiaaaaaa………tuntas…tas…tasss, qiqiqiqiqqqqqqq

    • Yes……
      gandok baru segera dibuat…
      Sik…sik…, kumpulin ubo rampe pembuatan gandok baru.

      • Oke oke oke ……
        setengah jam gandok baru sudah bisa digunakan untuk gojegan sambil menunggu dhalangnya “mbeber” wayang.

  20. Alhamdulillah…..
    PKPM-18 selesai dengan komen sebanyak 329, pada empat halaman, mulai 30 Nopember 2015 sampai 11 Februari 2016.
    Agak sendat karena Pak Dhalangnya harus istirahat karena gangguan kesehatan.
    Semoga di jilid selanjutnya kesehatan Pak Dhalangnya prima, sehingga bisa secara rutin dua – tiga halaman sehari.

    • Gandok ditutup dg do’a kafarotul-majlis : Subkanallohumma wa bihamdika, asyhadu allaa ilaha illaa anta, astaghfiruka wa atuubu ilaih.

      • Aamiin….

        • Amin amin YRA,

  21. Waduh telat, siang sampai malem nggak sambang padepokan nggak tahunya sudah pada pindahan ke gandok baru, matur nuwun ki dhalang dan p Satpam

  22. Amin.luegoo,,. rasane.keno nggo tombo kangen.

  23. Suwun romo dalang…. Btw, Aria Kenceng dan Kresna Kepakisan itu tokoh sejarah, nggih..?

    Apa status Aria Kenceng itu adik Aria Damar? Suwun ki dalang….


Tinggalkan Balasan ke sandikala Batalkan balasan